Sistem Dinilai Belum Inklusif, Representasi Perempuan di Politik Masih Rendah
- Istimewa
VIVA Jakarta - Kalangan perempuan di Tanah Air saat ini dinilai masih menghadapi tantangan struktural, kultural, dan institusional. Padahal, perempuan bukan hanya pelengkap dalam pembangunan bangsa tapi juga penggerak Utama.
Demikian disinggung Ketua Umum Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) Iwan Dwi Laksono saat acara talkshow perayaan hari jadi ke-18 JAMAN di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta, Sabtu, 16 Agustus 2025. Menurut Iwan, angka partisipasi perempuan di bidang politik masih rendah. Bahkan, dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.
“Partisipasi politik perempuan Indonesia masih rendah. Kita masih berada di peringkat ke-6 dari 10 negara ASEAN dalam hal representasi politik perempuan. Ini bukan sekadar angka. Ini adalah cerminan dari sistem yang belum inklusif,” kata Iwan, dalam keterangannya dikutip pada Minggu, 17 Agustus 2025.
Iwan mengatakan pihaknya mendorong pendidikan politik inklusif bagi perempuan. Lalu, mengembangkan kaderisasi kepemimpinan perempuan dengan mewujudkan kebijakan afirmatif yang berkelanjutan.
Kata dia, upaya lain dengan memperluas akses perempuan terhadap teknologi dan pelatihan digital. Selain itu, membangun ekosistem pemberdayaan berbasis kemitraan multipihak.
Iwan pun mengutip ungkapan R.A. Kartini dalam suratnya yang menggugah, “Bukan sekali-kali karena kami ingin menjadi orang Eropa. Kami ingin menjadi manusia sepenuhnya, agar kami juga berhak atas pendidikan, atas kemajuan, dan atas kebebasan berpikir.”
Menurut dia, kata-kata Kartini ini bukan sekadar seruan emansipasi. Tapi, juga panggilan untuk menjadikan perempuan sebagai subjek utama dalam pembangunan bangsa.
Dia menjelaskan kemandirian nasional, tidak akan pernah utuh jika setengah dari potensi bangsa, yakni perempuan, masih dibatasi ruang geraknya oleh sistem yang patriarkal dan diskriminatif.
“Maka, perjuangan perempuan JAMAN bukan hanya perjuangan gender. Ia adalah perjuangan kemanusiaan. Perjuangan untuk menjadikan Indonesia lebih adil, lebih setara, dan lebih berdaulat,” jelas Iwan.
Lebih lanjut, dia bilang pihaknya berkumpul pada Sabtu kemarin dalam suasana penuh semangat dan harapan. Sebab, ada dua momentum penting yakni HUT ke-18 JAMAN dan Hari Kemerdekaan RI yang ke-80.
"Dua momentum ini bukan hanya perayaan simbolik. Ini adalah momen reflektif dan strategis,” tutur Iwan.
Kemudian, ia menceritakan kembali perjalanan panjang JAMAN yang dimulai dari titik nol. Ia menyebut pihaknya dari sekelompok kecil kawan yang memiliki mimpi besar tentang kedaulatan bangsa.
Iwan mengatakan JAMAN ingin membantu negara dengan ide yang strategis serta merumuskan arah baru perjuangan. Menurut dia, JAMAN memperkuat komitmen untuk mewujudkan kemandirian nasional melalui semangat gotong-royong.
“Dalam konteks globalisasi dan disrupsi teknologi, tantangan kita semakin kompleks. Ketergantungan terhadap impor pangan dan energi, dominasi korporasi asing dalam sektor strategis, serta ketimpangan digital adalah ancaman nyata terhadap kemandirian nasional,” ujar dia.