Kualitas Film Animasi 'Merah Putih One for All' Dihujat, Produser Toto Soegriwo Malah Beri Respons 'Nyeleneh'

Film merah putih one for all
Sumber :
  • Dok. Instgram Merah Putih One For All

Jakarta – Nama Toto Soegriwo belakangan ini menjadi sorotan publik. Ia kini menjadi buah bibir sebagai produser di balik film animasi "Merah Putih One For All" yang sedang viral.

Film animasi ini, yang rencananya akan tayang di bioskop menjelang Hari Kemerdekaan, menuai banyak kritik pedas dari warganet. Kritik tersebut terutama menyoroti kualitas visual dan animasinya yang dinilai jauh di bawah standar film animasi saat ini. Trailer yang sudah beredar di berbagai platform media sosial membuat para penggemar film animasi Indonesia kecewa, apalagi setelah film animasi lokal lain seperti Jumbo berhasil mencuri perhatian dengan kualitas yang memukau.

Di tengah badai kritik, sosok Toto Soegriwo muncul sebagai produser film tersebut. Keterlibatannya dalam proyek film animasi besar ini mengejutkan banyak pihak.

Toto Soegriwo

Photo :
  • Instagram Toto Soegriwo

Melalui akun media sosialnya, Toto Soegriwo memberikan tanggapan terkait kritikan yang dialamatkan pada filmnya. Alih-alih membela diri atau menjelaskan teknis, ia memilih untuk menanggapi dengan santai, bahkan membalas komentar warganet dengan kalimat-kalimat yang dinilai "nyeleneh."

"Senyumin aja. Komentator lebih pandai dari pemain," tulisnya di Instagram, yang semakin memanaskan perdebatan.

Hingga saat ini, perdebatan tentang film tersebut masih terus berlanjut. Banyak yang penasaran, apakah film ini akan berhasil membungkam kritik saat tayang di bioskop, atau justru semakin memperjelas kontroversi yang ada.

Telan Anggaran Rp 6,7 Miliar

Meskipun kualitas visualnya dipertanyakan, film ini dikabarkan memiliki anggaran produksi yang cukup besar, mencapai sekitar Rp 6,7 miliar. Angka ini membuat netizen semakin heran dan bertanya-tanya mengapa hasilnya tidak sesuai dengan dana yang dihabiskan.

Kritikus film dan warganet juga menemukan bahwa aset-aset yang digunakan dalam animasi tersebut, seperti karakter dan lingkungan, diduga dibeli dari toko aset animasi online dengan harga yang relatif murah. Hal ini memicu pertanyaan tentang transparansi anggaran dan proses kreatif di balik layar.