LAB 45 Soroti Peran Media dalam Demokrasi dan Tantangan Disrupsi Teknologi
- Dok. LAB 45
VIVA Jakarta – Media massa di Indonesia kembali menjadi sorotan. Dalam refleksi perjalanan panjangnya, peran media disebut sangat vital dalam menopang demokrasi, meski tak lepas dari tantangan intervensi politik hingga dominasi kapital.
Analis Politik Media Laboratorium Indonesia 2045 (LAB 45), Salma Nihru, menegaskan bahwa media memiliki lima fungsi utama yang tidak tergantikan.
"Menyampaikan informasi, mengawasi kekuasaan, fasilitator perdebatan, forum pertukaran perspektif, menyajikan keragaman representasi. Serta mewadahi partisipasi publik," kata Salma dalam Seminar Nasional LAB 45 bertajuk Refleksi Delapan Dekade dan Proyeksi Indonesia 2045 di Gedung Perpusnas RI, Jakarta, Rabu 20 Agustus 2025.
Namun, menurutnya, kebebasan pers kerap terhambat oleh intervensi negara dan kepentingan elite ekonomi. Belum lagi tantangan disrupsi teknologi yang mengubah pola produksi, distribusi, dan konsumsi informasi.
Salma juga menyinggung perjalanan media sejak awal kemerdekaan hingga era Demokrasi Terpimpin. Menurutnya, pada masa 1949–1965, media berperan aktif menyuarakan perjuangan di tengah tekanan Belanda dan Jepang.
"Setelah pengakuan kedaulatan, jumlah media cetak melonjak, partai pun kian masif mendirikan media massa. Menjadikannya subjek dan objek politisasi menjelang Pemilu 1955," ujar Salma.
Ia menambahkan, konsentrasi halus atau hidden type of soft concentration muncul, yang berlanjut pada semakin kuatnya kontrol negara di era Demokrasi Terpimpin.
"Pemerintah zaman Orde Lama, menentukan ideologi, memberlakukan pengaturan izin terbit, melakukan pembredelan, hingga melanggengkan hegemoni negara. Melalui monopoli Antara dan TVRI, sampai mewajibkan afiliasi politik," katanya.
Sementara itu, Analis Maha Data LAB 45, Ali Nur Alizen, memaparkan perubahan lanskap media pasca-Reformasi. Menurutnya, arah media bergerak dari dominasi politik ke dominasi kapital.
"Era ini ditandai dengan pergeseran radikal melalui deregulasi yang membuka ruang kebebasan pers. Kebijakan seperti penghapusan SIUPP, pembubaran Departemen Penerangan, pembentukan lembaga independen sebagai regulator media, mengakhiri monopoli negara," jelas Alizen.
Meski demikian, Alizen menegaskan bahwa kehadiran teknologi digital membuat dinamika media semakin kompleks. Konvergensi industri lewat merger dan akuisisi mendorong persaingan tajam, yang justru memberatkan media kecil.
"Akibatnya, media berguguran sementara kepemilikan terkonsentrasi pada segelintir korporasi. Konsentrasi media ini juga diperburuk oleh afiliasi politik pemilik," ucap Alizen.