Saksi Ahli Hukum Pidana Nilai Penetapan Tersangka Nadiem Makarim Tak Sah, Ini Alasannya
- Istimewa
VIVA Jakarta - Saksi ahli hukum pidana, Dr. Chairul Huda menilai penetapan tersangka Nadiem Anwar Makarim dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook tidak sah. Chairul menyebut alasannya karena tak ada bukti berupa penghitungan dan penetapan kerugian keuangan negara.
Terkait kasus Nadiem, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan perkiraan dalam kerugian keuangan negara (potential loss). Namun, Chairul menekankan bukti kerugian ini tidak bisa hanya berdasarkan perkiraan, analisis penyidik, atau hasil perhitungan selain dari lembaga yang berwenang.
Menurut dia, kerugian keuangan negara yang jadi dasar penetapan tersangka haruslah berupa kerugian nyata dan pasti jumlahnya atau actual loss. Kata Chairul hal itu bukan sekadar potensi kerugian atau dugaan semata atau potential loss.
Dia menuturkan jika bukti kerugian keuangan negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum ada saat seseorang ditetapkan sebagai tersangka, maka penetapan itu cacat secara hukum.
"Alat bukti yang paling relevan untuk membuktikan adanya kerugian keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor adalah bukti yang dikeluarkan auditor negara, dalam hal ini BPK," kata Chairul dalam sidang lanjutan praperadilan Nadiem Makarim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa, 7 Oktober 2025.
Ahli Hukum Pidana Dr. Chairul Huda.
- Istimewa
Pun, ia menyinggung jika penetapan tersangka perihal kerugian keuangan negara hanya didasarkan pada hasil expose, yang merupakan sekadar praktik penyidikan yang tidak dapat dipandang sebagai alat bukti yang sah. Kata dia, hal itu merupakan tindakan sewenang-wenang yang sama sekali tak bisa dibenarkan.
“Sering kali alat bukti ini diterjemahkan secara sepotong-sepotong, hanya alat bukti. Padahal perlu adanya alat bukti yang sah," lanjut Chairul.
"Dalam hal ini, dalam kasus tipikor harus ada audit BPK yang merupakan salah satu alat bukti yang dianggap sah," ujarnya.
Sementara, lembaga yang punya kompetensi dan kewenangan untuk menetapkan adanya kerugian keuangan negara secara sah adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kewenangan itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
"Sekalipun BPKP, Inspektorat, atau ahli lain bisa 'menghitung', tapi hanya BPK yang berwenang 'menetapkan' adanya kerugian negara," jelas Chairul.
Ahli Hukum Pidana Dr. Chairul Huda
- Istimewa
Kemudian, ia menambahkan berdasarkan hukum acara pidana di Indonesia (KUHAP) juga diatur alur yang jelas dalam penyidikan. Dalam Pasal 1 angka 2 dijelaskan penyidikan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan mengumpulkan bukti agar tindak pidana yang dituduhkan dapat terang benderang.
Dijelaskan dia, dalam aturan itu turut menegaskan bahwa menemukan bukti adanya tindak pidana sebelum menetapkan tersangka merupakan proses yang benar dalam penyidikan. Jika tahapan itu tak dilakukan sesuai prosedur, maka penetapan tersangka tidak sah.
Chairul juga mengingatkan praktik menetapkan tersangka dengan bukti-bukti yang tak kuat dinilainya bisa mengarah pada rekayasa kasus atau kriminalisasi. Ia bilang tindakan itu bertentangan dengan prinsip proses hukum yang adil atau due process of law.
"Jika prosesnya terbalik, yaitu dilakukan penetapan tersangka terlebih dahulu. Lalu, baru kemudian dicari-cari bukti-bukti untuk menguatkan penetapan dimaksud, maka cara bekerja yang demikian itu merupakan tindakan sewenang-wenang," ujar Chairul.
Lebih lanjut, dia juga menepis klaim penyidik yang punya 113 saksi dalam mendukung penetapan tersangka Nadiem. Dia mengkritsi banyaknya jumlah saksi tak secara otomatis membuktikan kekuatan sebuah kasus.
"Sungguh mengherankan, jika penyidik mengklaim memiliki ratusan saksi, tetapi tidak tergambar adanya pemeriksaan tersangka yang mengkonfirmasi secara mendetail keterangan-keterangan saksi dimaksud," jelas Chairul.
Charul juga menambahkan sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka, mestinya dia diperiksa terlebih dahulu sebagai 'calon tersangka'. Menurut dia, dalam pemeriksaan ini, penyidik wajib mengkonfirmasi temuan atau keterangan saksi-saksi lain kepada calon tersangka tersebut.