Tantangan Pengelolaan BUMD Makin Kompleks, Peningkatan Kapasitas SDM Tak Bisa Ditawar Lagi
- Istimewa
Jakarta - Ada lima pilar Utama yang mesti diperkuat dan jadi perhatian pemerintah dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Selain itu, faktor kompetensi sumber daya manusia (SDM) dalam mengelola BUMD juga menentukan.
Demikian dibahas dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk 'Transformasi BUMD: Kelayakan Usaha, Aset Produktif, Manajemen Keuangan, dan Tata Kelola' di Command Centre Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Selasa, kemarin.
Kepala BSKDN Yusharto Huntoyungo menjelaskan lima pilar utama yang mesti diperkuat dalam pengelolaan BUMD yakni kelayakan usaha, optimalisasi aset produktif, manajemen utang-piutang, strategi pengembangan bisnis, serta tata kelola dan akuntabilitas. Dia bilang hanya dengan perbaikan menyeluruh pada lima aspek tersebut, BUMD bisa mengambil peran strategis sebagai pelopor inovasi dan pengungkit perekonomian daerah.
"Kami menyadari bahwa keberhasilan peran BUMD ini tidak lepas dari peran serta SDM (Sumber Daya Manusia) yang handal dan kompeten. Untuk itu, peningkatan kapasitas SDM menjadi pondasi yang tidak bisa ditawar lagi dalam menghadapi tantangan pengelolaan BUMD yang semakin kompleks," kata Yusharto, dalam keterangannya yang dikutip pada Rabu, 6 Agustus 2025.
Kepala BSKDN Kemendagri Yusharto Huntoyungo
- Istimewa
Yusharto mengatakan, BUMD tak boleh hanya jadi pelengkap administratif semata. Namun, mesti mampu menciptakan nilai tambah konkret bagi daerah melalui layanan publik yang berkualitas dan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dengan memiliki peran yang strategis, pengelolaan terhadap BUMD harus betul-betul fokus. "Sehingga keberadaannya dapat menjadi motor penggerak pembangunan ekonomi lokal kita, dan membawa banyak manfaat bagi masyarakat," jelas Yusharto
Sementara, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Provinsi Lampung Mulyadi Irsan membeberkan kondisi aktual BUMD di wilayahnya. Dia mengatakan BUMD di Lampung masih menghadapi tantangan klasik seperti lemahnya tata kelola, minimnya inovasi, serta ketergantungan pada suntikan APBD.
Padahal, keberadaan BUMD diharapkan menumbuhkan ekonomi lokal yang lebih baik hingga kemandirian fiskal.
"Namun kami akui, masih belum efektif melakukan pembinaan dan pengawasan. Ini menjadi tantangan ke depan melakukan peningkatan strategi tata kelola manajemen dan juga evaluasi terhadap BUMD," ujar Mulyadi.
Adapun, Guru Besar Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM) Irwan Taufiq dalam paparannya mengatakan penyertaan modal daerah pada BUMD dimaknai sebagai investasi yang memberikan nilai ekonomi dan sosial. Maka itu, menurut dia. penilaian kinerja keuangan BUMD wajib dilakukan secara objektif dan berdasarkan standar yang akuntabel.
Irwan juga menuturkan tujuan pendirian BUMD harus selaras dengan tujuan investasi pemerintah daerah. Kata dia, jika ada ketidaksesuaian Pemda dengan BUMD maka dapat menimbulkan ketidakpastian dalam menilai kelayakan investasi dan kinerja BUMD.
"Karena itu, saya menyarankan agar dilakukan harmonisasi regulasi yang mengatur investasi pemerintah dan BUMD," sebutnya.