Soal Bentrokan di Ambon, Pengamat: Alarm Keras untuk Bangsa Indonesia

Bentrokan pecah di Ambon, Selasa 19 Agustus 2025
Sumber :
  • ANTARA/Dedy Azis

VIVA Jakarta – Ambon kembali diguncang tragedi. Peristiwa bentrokan yang bermula dari tawuran pelajar di SMK Negeri 3 Ambon, Selasa (19/8/2025), menyulut solidaritas komunal dan berakhir dengan luka sosial mendalam.

Belasan rumah terbakar, ratusan orang mengungsi, hingga seorang polisi terluka. Bagi R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, insiden ini adalah peringatan keras bagi bangsa.

“Peristiwa ini adalah alarm bagi bangsa: kita belum sepenuhnya belajar dari sejarah panjang konflik komunal yang pernah melanda Ambon,” kata Haidar Alwi, Rabu, 20 Agustus 2025

 

R Haidar Alwi

Photo :
  • Istimewa

 

Menurutnya, konflik Ambon 2025 mencerminkan tiga hal mendasar. Pertama, kuatnya solidaritas komunal yang membuat kematian seorang anak dipandang sebagai serangan terhadap seluruh komunitas. Kedua, trauma konflik 1999–2004 yang belum sepenuhnya sembuh. Ketiga, derasnya arus informasi liar di media sosial yang memprovokasi massa.

“Ini adalah alarm sosial yang harus dijawab dengan keberanian negara dan kearifan masyarakat,” tegas Haidar Alwi.

Ia mengingatkan, bangsa ini kerap merasa masalah selesai begitu api padam, padahal bara tetap menyala di bawah permukaan. Ambon, kata dia, menjadi cermin bahwa luka lama mudah kembali terbuka jika tidak ada mekanisme penyembuhan permanen.

Lima Jalan Damai

Haidar Alwi kemudian menawarkan lima langkah damai: rekonsiliasi lintas agama dan adat, pendidikan karakter di sekolah, keadilan restoratif, penguatan ekonomi bersama, serta forum pemuda lintas desa.

“Jalan damai tidak cukup dengan seruan. Ia harus menyentuh akar kehidupan: pendidikan, ekonomi, tokoh moral, hingga ruang kreatif pemuda,” jelasnya.

Ia mengingatkan kembali sejarah kelam konflik Ambon 1999–2004 yang menelan ribuan korban jiwa dan memaksa ratusan ribu orang mengungsi. Luka itu dalam, dan konflik 2025 menunjukkan bangsa ini belum tuntas menutupnya.

“Bangsa yang besar bukanlah bangsa tanpa konflik, melainkan bangsa yang mampu mengelola konflik menjadi energi persaudaraan,” ujar Haidar Alwi.

Negara Harus Hadir

Haidar menilai konflik Ambon kali ini adalah ujian kepemimpinan nasional. Ia menekankan pentingnya ketegasan Presiden Prabowo Subianto, yang menurutnya harus disertai keterbukaan dan keberanian mendengar rakyat.

Sementara di lapangan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mendapat apresiasi karena Polri dinilai cepat, tepat, dan humanis dalam meredam konflik. “Inilah wajah baru kepolisian yang tidak hanya hadir dengan ketegasan, tetapi juga dengan rasa kemanusiaan yang kuat,” tutur Haidar.

Bahkan, ia menyebut Jenderal Listyo Sigit sebagai Kapolri terbaik sepanjang masa karena mampu menghadirkan optimisme bahwa Indonesia bisa menjaga keamanan dengan tegas sekaligus berkeadilan.

Di sisi lain, Haidar juga menyinggung Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, sebagai figur penyejuk yang konsisten menghadirkan kesejukan di tengah dinamika politik. Kehadiran sosok seperti Dasco dianggap penting untuk memastikan parlemen ikut menopang rekonsiliasi sosial.

“Dalam situasi sosial yang rentan, bangsa ini membutuhkan sosok penyejuk seperti Dasco, agar rekonsiliasi sosial benar-benar bermuara pada pemulihan persaudaraan,” ucap Haidar Alwi.

Ia menegaskan, konflik Ambon 2025 tidak boleh menjadi spiral baru. Sebaliknya, harus dijadikan titik balik untuk memperkuat persaudaraan dan menghindarkan bangsa dari jebakan sejarah.

Sebelumnya, tawuran di SMK Negeri 3 Ambon berujung duka dengan tewasnya seorang siswa. Kabar itu cepat menyebar dan memicu solidaritas warga Hunuth (Ambon) dan Hitu (Maluku Tengah). Bentrokan pun meluas, menimbulkan kerusakan besar.

Pemerintah Kota Ambon mencatat 236 jiwa resmi mengungsi. Sementara aparat TNI–Polri mengerahkan sekitar 350 personel untuk mengendalikan situasi. Api memang padam, tapi bara sosial kembali menyala.