IRESS: Kasus Blora Harus Jadi Pembelajaran
- VIVA Jakarta/istimewa
VIVA Jakarta – Kebakaran hebat sumur minyak rakyat di Blora menunjukan bahwa keterlibatan masyarakat dalam operasi migas memang sangat berbahaya.
Karenanya, insiden yang mengakibatkan empat orang meninggal dunia tersebut, harus dijadikan pelajaran penting.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara.
“Ya (sangat berbahaya). Kejadian tersebut harus jadi pembelajaran berharga supaya tidak ada korban selanjutnya,” kata Marwan kepada awak media, Senin, 25 Agustus 2025.
Marwan juga berharap Permen Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi, bisa ditinjau ulang. Ditekankannya, kasus kebakaran hebat sumur rakyat di Blora, seharusnya menjadi momentum evaluasi menyeluruh.
“Tetap perlu dievaluasi. Kalau ada yang melanggar harus diberi sanksi. Kalau ada yang kurang lengkap harus diperbaiki,” ujarnya.
Menurut Marwan, kebijakan itu harus dilengkapi berbagai persyaratan untuk memenuhi prinsip-prinsip yang sesuai aturan pertambangan, termasuk aspek pertambangan yang baik, good mining practice. Utamanya memenuhi aspek-aspek keselamatan kerja.
Marwan juga membenarkan bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan Permen Nomor 14 Tahun 2025 di lapangan sangat sulit. Termasuk ihwal aturan masyarakat hanya boleh menggarap sumur yang sudah ditinggalkan karena tidak layak secara bisnis korporasi. Bukan sumur baru, yang belum diekspolitasi oleh BUMN.
”Jadi dalam mengeluarkan izin, seharusnya disertai kelengkapan aspek-aspek yang memang ada kaitannya dengan keselamatan kerja dan kepentingan negara serta BUMN. Begitu juga aspek lingkungan, harus diperhatikan,” kata Marwan.
Selain itu, lanjut dia, keterlibatan Pemerintah, pejabat, termasuk BUMN, BUMD dan Pemda, untuk menjamin bahwa aturan sudah dijalankan dengan konsisten.
“Dengan demikian, diharapkan tak ada pelanggaran aturan di lapangan,” imbuhnya.
Senada itu, pakar keselamatan kerja Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS Surabaya) Juwari juga sepakat sumur minyak rakyat memang sangat berbahaya dan harus jadi pembelajaran.
Juwari berharap pengelolaannya harus dibarengi aturan yang ketat, agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
”Ya, sangat berbahaya. Harus ada undang-undang atau peraturan yang ketat,” ujar Juwari.
Begitu pula terkait Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025, Juwari berharap, agar lebih mengedepankan aspek teknologi dan tata kelola sumur rakyat tersebut.
“Apakah kaidah-kaidah pengolahan, penyimpanan, dan pengangkutan sudah sesuai untuk bahan berbahaya mudah terbakar (migas)?” kata Juwari.
Termasuk secara kuantitas, apakah ada batasan maksimal yang boleh dikelola masyarakat. Ditegaskannya, batasan kuantitas tersebut sangat penting, sebab semakin banyak yang dikelola, tentu bahaya semakin meningkat dan potensi kecelakaan kerja semakin besar.
Mengenai batasan kuantitas yang dikelola sumur minyak rakyat, Juwari mencontohkan aturan di Negeri Paman Sam terkait industri kimia. Misal pekerjaan yang mengelola lebih dari 10.000 kilogram bahan kimia, artinya sudah cukup besar dan berpotensi mengakibatkan kecelakaannya kerja yang fatal.
“Di AS, jika kuantitas tersebut dipenuhi, maka harus mengikuti peraturan keselamatan Process Safety Management (PSM),” ujar Juwari.
Sebelumnya, kebakaran hebat di sumur minyak rakyat, terjadi di Desa Gandu, Kecamatan Bogorejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, 17 Agustus 2025. Api baru bisa dipadamkan pada hari keenam. Selain itu, korban meninggal dunia juga bertambah satu, menjadi empat orang.