Soroti Dugaan Rekayasa Gugatan, Pemuda Peduli Indonesia Kritisi Kinerja KY & Bawas MA

Ilustrasi keadilan.
Sumber :
  • Istimewa/AI

VIVA Jakarta - Massa Pemuda Peduli Indonesia (PPI) menyoroti dugaan kejanggalan dalam perkara perdata. Sebagai bentuk kritik, massa PPI pun mendatangi depan gedung Komisi Yudisial dan Badan Pengawasan (Bawas) Mahkamah Agung untuk menggelar aksi unjuk rasa damai.

Koordinator aksi massa PPI, Bima Putra Surya Pranata menjelaskan unjuk rasa itu diawali di depan gedung KY, Jalan Kramat Raya Jakarta Pusat lalu dilanjutkan ke depan Gedung Badan Pengawasan (Bawas) Mahkamah Agung RI di Cempaka Putih, Senin, 29 September 2025.

Bima menyoroti sejumlah kejanggalan dalam perkara perdata seperti asli SHM No 74 milik Ju yang diduga diambil oleh AS dan menjadikannya sebagai dasar gugatan

Dugaan pengambilan SHM itu dilakukan dengan cara pemalsuan tanda tangan Ju. Dalam perkembangannya, AS kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sumut.

PPI menyinggung AS yang diduga tak bisa menunjukkan bukti kwitansi yang berhubungan dengan pembelian lahan SHM 74 milik Ju. Namun, PN Tanjung Balai malah tetap menerima gugatan yang diajukan AS. 

Bahkan, majelis hakim PN Tanjung Balai memenangkan AS dalam perkara itu.

Selain itu, terkait Akte No 14 Tanggal 31 Januari 2022 yang berisi seolah penggugat ada memberi kuasa kepada tergugat inisial SH untuk menjadi perantara jual beli lahan. Akte fiktif itu diduga dimasukkan dalam dalil gugatan Pokok "B" Point "2" oleh penggugat bersama pengacaranya. 

Belakangan diketahui, akte itu tak pernah ada sama sekali. Hal itu diperkuat dengan pernyataan Panitera PN Tanjung Balai Asahan. 

Panitera PN Tanjung Balai Asahan diduga memberikan foto Akte lain via Whatsapp kepada tergugat SH. Foto Akte yang diberikan itu adalah Akte No 14 Tanggal 31 Januari 2020 yang berisi persetujuan dan kuasa dari SH kepada AS untuk menyelesaikan administrasi dan pembelian lahan SHM No 75 milik WA.

Bima menambahkan, dalam sidang perdata tersebut, ada keterangan saksi penggugat yang dinyatakan sebagai 'Testimoni de Auditu' oleh anggota majelis hakim. Namun, keterangan itu tetap dijadikan sebagai bahan pertimbangan putusan. 

Bima menyesalkan lambannya kinerja KY dan Bawas MA terhadap laporan masyarakat terkait perkara itu. Alasan itu yang membuat pihaknya mesti menempuh jalan dengan melakukan aksi unjuk rasa. 

"Kejanggalan dan dugaan rekayasa perkara ini telah dilaporkan, namun hingga saat ini KY dan Bawas dinilai tidak bekerja dan melakukan proses penyelidikan," kata Bima, dikutip pada Kamis, 2 Oktober 2025. 

Dia mengatakan pihaknya siap melakukan aksi lebih besar jika KY dan Bawas MA hanya diam saja. 

Menurutnya, ada dugaan 'kongkalikong' di Pengadilan Negeri di daerah. Bagi dia, dugaan itu dikhawatirkan akan merusak tatanan hukum dan sistem peradilan di Indonesia. 

Ia mengingatkan hukum seharusnya menjadi panglima. 

"Jika hukum dijadikan sebagai alat pemuas dan terkontaminasi dengan praktik transaksional, maka kepercayaan publik terhadap institusi peradilan akan semakin memburuk," tuturnya.