Fahri Hamzah Jelaskan Komitmen Prabowo Tuntaskan Kemiskinan lewat Data Tunggal
- Partai Gelora
VIVA Jakarta – Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah, Menegaskan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam mengentaskan kemiskinan. Diantara langkah yang sangat penting dilakukan, adalah Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
Menurutnya, pendataan presisi dan terintegrasi akan memastikan program pemerintah berjalan lebih efisien dan tepat sasaran.
"Pak Prabowo sangat ngotot agar kita punya sistem pendataan sosial ekonomi yang presisi dan terintegrasi," kata Fahri, dalam keterangannya yang diterima VIVA Jakarta, Selasa 19 Agustus 2025.
Fahri yang kini menjabat Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman atau PKP itu menegaskan, tantangan besar dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia. Dia menunjuk data dari Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 2,38 juta orang (0,85 persen) yang hidup dalam kondisi miskin ekstrem, 25 juta orang (9 persen) miskin, serta 67 juta orang (24 persen) dalam kategori rentan miskin.
Terhadap kondisi itu, Presiden Prabowo menandatangani Instruksi Presiden atau Inpres No.4 Tahun 2025 tentang DTSEN pada 2 Februari lalu. Amanat inpres ini adalah konsolidasi seluruh data penerima manfaat program sosial agar terintegrasi dan terdigitalisasi dalam satu sistem.
"Dengan data tunggal, masing-masing instansi pemerintah dapat menjalankan program pengentasan kemiskinan sesuai target per desil penduduk, hingga by name by address. Program tidak lagi tumpang tindih lintas kementerian," jelas Fahri.
Kebocoran pada subsidi yang disalurkan pemerintah, juga menjadi sorotan. Dimana salah satu temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), menurutnya, menunjukkan ada 10 juta rekening penerima subsidi bansos yang salah sasaran.
"Bahkan ada 41.000 rekening pegawai BUMN, dokter, hingga bos perusahaan yang menikmati subsidi. Hal ini seharusnya bisa dicegah jika kita punya sistem digitalisasi data tunggal," ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Fahri, sistem berbasis digital akan meminimalkan interaksi langsung antara pejabat dan penerima manfaat. Maka distribusi bansos serta subsidi bisa lebih objektif. Sebab akan sesuai dengan data dan prioritas kebijakan. Tidak karena kepentingan orang per orang.
Contoh yang diangkat Fahri seperti backlog kepemilikan rumah di Indonesia masih sekitar 10 juta keluarga, rumah tidak layak huni mencapai 20 juta keluarga, serta 6 juta keluarga miskin ekstrem yang bahkan tidak memiliki hunian.
"Program pembangunan 3 juta rumah per tahun jelas belum cukup. Karena itu, sesuai arahan Presiden, kita harus merancang kebijakan yang efisien dan tepat sasaran berdasarkan skala prioritas," tutup Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 itu.