Industri Tembakau Melemah, DPR Soroti Dampak Ratifikasi FCTC
- Antara
VIVA Jakarta – Industri tembakau tanah air dinilai tengah menghadapi masa sulit. Anggota Baleg DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Sofwan Dedy Ardyanto, berharap hadirnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Komoditas Strategis bisa kembali menghidupkan sektor tersebut dan mengangkat kesejahteraan petani tembakau.
Dalam rapat pembahasan RUU di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (4/9/2025), Sofwan menyoroti lemahnya kondisi industri tembakau nasional yang tak lagi berpihak kepada petani. Ia menilai situasi ini tak lepas dari sikap pemerintah yang meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
“Ini pasarnya jelas. Incomenya jelas, tapi kita kemudian harus meratifikasi FCTC yang membuat sekarang industri tembakau itu perlahan-lahan ini melemah ototnya,” ujar Sofwan.
Sofwan mencontohkan kondisi di daerah pemilihannya, Temanggung, Jawa Tengah. Salah satu gudang rokok besar di wilayah itu, yang dulu rutin membeli tembakau petani hingga Rp1,2 triliun per tahun, kini sudah dua tahun terakhir berhenti berbelanja. Akibatnya, para petani pun kehilangan semangat untuk menanam.
“Jadi petani tembakau kita hari ini sudah pada level hopeless pak, dan itu terjadi akibat regulasi kita sendiri,” tegasnya.
Ironisnya, Indonesia yang tercatat sebagai produsen tembakau terbesar keempat dunia justru masih mengimpor 44.000 ton tembakau dari China pada 2023. Padahal, industri ini menyerap jutaan tenaga kerja.
Sofwan memaparkan, sektor hasil tembakau melibatkan 5,9 juta pekerja, termasuk 2,5 juta petani yang tersebar di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan NTB.
Kontribusi tembakau terhadap negara pun signifikan. Ia menyinggung penerimaan dari cukai rokok yang mencapai Rp216 triliun, lebih tinggi dari target dividen BUMN sebesar Rp203,09 triliun pada 2025. Belum lagi tambahan Rp22,98 triliun dari pajak industri rokok.
“Ini fakta semua berbicara tentang bagaimana potensi industri, hasil industri tembakau itu tidak bisa dinafikkan. Itu sudah menjadi bagian daripada urat nadi kehidupan perekonomian negara dan bangsa kita,” kata Sofwan.
Ia menambahkan, tembakau tidak semata-mata identik dengan rokok. Komoditas ini bisa dikembangkan untuk bidang lain, seperti fitopatologi, nutrisi, hingga pengolahan limbah selulosa.
Sofwan pun menaruh harapan besar agar RUU Komoditas Strategis bisa menjadi jalan keluar. “Harapan saya adalah RUU ini bisa kembali membangkitkan potensi industri hasil tembakau di Indonesia,” tandasnya.