Lambannya IPR di NTB, Ribuan Penambang Rakyat Terjebak Status Abu-Abu
- AI
“Lambannya izin ini tidak hanya menunda legalitas, tetapi juga berimplikasi pada hilangnya potensi penerimaan daerah karena aktivitas rakyat tidak tercatat secara resmi,” kata Nazmul.
Fenomena ini, menurut Nazmul, menunjukkan lemahnya fungsi desentralisasi. Otonomi daerah yang seharusnya menjadi ruang adaptasi justru menjelma alasan lambannya implementasi kebijakan pusat.
“Hal ini menimbulkan kesan bahwa Pemprov NTB belum menempatkan pertambangan rakyat sebagai prioritas pembangunan daerah,” tegasnya.
Situasi ini sekaligus memunculkan pertanyaan serius: apakah komitmen Presiden hanya berhenti pada retorika tanpa mekanisme pengawasan yang efektif di daerah?
Nazmul menyarankan perlunya koordinasi yang lebih kuat antara pusat dan daerah. Jika Pemprov NTB tetap lamban, maka pemerintah pusat perlu menyiapkan mekanisme intervensi khusus.
“Oleh karena itu, koordinasi pusat-daerah harus diperkuat, bahkan bila perlu pemerintah pusat memberikan mekanisme override atau intervensi khusus untuk mempercepat izin rakyat di daerah-daerah yang stagnan,” ucapnya.
Menurut Nazmul, tambang rakyat bukan sekadar aktivitas ekonomi kecil, melainkan bagian dari strategi nasional untuk mewujudkan kemandirian energi, keadilan ekonomi, dan stabilitas sosial.