Soal Polemik MBG, Akademisi: Perbaiki Tata Kelolanya dan Jangan Hentikan Programnya
- Dok. Istimewa
VIVA Jakarta – Kasus keracunan massal akibat menu Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang terjadi pada 22 dan 24 September 2025 di Kecamatan Cipongkor dan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, meninggalkan noktah hitam bagi program perbaikan gizi yang ditujukan demi masa depan anak-anak, ibu menyusui, dan ibu hamil.
Dari 16 kecamatan di Kabupaten Bandung Barat, hanya dua kecamatan yang bermasalah. Sementara di kecamatan lain, Program MBG berjalan lancar.
Keceriaan di Sekolah
Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
- Antara FOTO
Bagi 432 murid SD Negeri 2 Cimareme, Kecamatan Ngamprah, MBG sudah menjadi bagian dari proses belajar. Kegembiraan terlihat jelas saat mereka menyantap hidangan yang disajikan.
Aleyshia, murid kelas 3, dengan wajah gembira bercerita:
“Tadi sudah makan pakai burger, enak.”
Dua temannya yang menunggu jemputan di gerbang sekolah pun menyampaikan hal yang sama. Namun, Aleyshia menambahkan, “Sekarang nggak ada susu. Saya minum air putih,” sambil menunjukkan botol minum yang dibawanya dari rumah.
Tidak lama kemudian, ibunya datang menjemput dengan sepeda motor, didampingi petugas keamanan sekolah yang memastikan anak-anak pulang dengan aman.
Di dalam sekolah, Zainudin — penjaga sekolah — terlihat membereskan ratusan ompreng makanan yang sudah digunakan.
“Alhamdulillah, selama ini aman. Nggak ada murid yang ngeluh atau sakit setelah makan,” ujarnya sambil mengikat ompreng dengan tali rafia.
Suara Wali Murid
Ibu Siti, salah seorang wali murid kelas 4, mengaku sempat khawatir dengan berita keracunan MBG. Namun, ia merasa tenang karena pihak sekolah selalu mengecek makanan sebelum diberikan kepada murid.
“Guru-guru di sini selalu coba dulu makanannya. Kalau ada yang basi, tidak dikasih ke murid. Itu yang bikin saya yakin,” jelasnya.
Senada, Ibu Linda, wali murid kelas 2, menilai MBG sangat membantu keluarga.
“Program MBG jadi tidak memberatkan beban keluarga. Sangat membantu. Kalau mau diteruskan, saya ikut saja kebijakan pemerintah.”
Meski begitu, Linda memberi masukan terkait kualitas penyajian:
“Kalau masaknya jam 3 pagi lalu baru dibagikan jam 10 atau 11 siang, makanan jadi dingin. Harus ada perbaikan agar tidak mudah basi.”
Harapan agar MBG terus berjalan dengan perbaikan juga disampaikan wali murid lainnya, seperti Ibu Marsanda dan Ibu Rina.
Antusiasme di Sekolah Lain
Berbeda dengan SD Negeri 2 Cimareme, sejumlah murid SMP Negeri 1 Padalarang mengaku belum merasakan MBG.
“Mau, kapan ada MBG di sekolah kami?” ujar beberapa siswa.
Sementara di SMK Negeri 4 Padalarang, program MBG sudah dirasakan siswa. Farid, murid kelas XI jurusan teknik elektro, mengatakan:
“Makanannya enak dan kami habiskan. Selain menambah gizi, uang jajan dari rumah juga bisa ditabung.”
Farid dan teman-temannya berharap program ini terus dilanjutkan dengan perbaikan pengelolaan.
Pandangan Akademisi
Pakar kebijakan publik Universitas Pasundan, Eki Baehaki, menegaskan pentingnya MBG dalam melawan stunting, anemia, hingga malnutrisi kronis.
“Sepiring makan bergizi gratis di sekolah adalah intervensi negara yang sangat dibutuhkan. Namun niat mulia bisa runtuh oleh tata kelola yang rapuh,” ujarnya.
SPPG untuk program MBG.
- Antara FOTO
Menurutnya, kasus keracunan yang berulang adalah tanda bahaya. Prinsip keamanan pangan — mulai dari kebersihan, pemisahan makanan mentah dan matang, pengolahan, penyimpanan, hingga penggunaan bahan baku — belum dijalankan konsisten.
“Program MBG adalah investasi besar. Tapi tanpa tata kelola disiplin, investasi itu bisa berubah jadi kerugian kesehatan, hilangnya kepercayaan publik, dan kegagalan politik. Program harus tetap berjalan, tapi perlu revitalisasi total,” tegasnya.