Marak Kasus Keracunan Massal MBG, Program Gagal Harus Disetop atau Cukup Butuh Evaluasi?

SPPG untuk program MBG.
Sumber :
  • Antara FOTO

VIVA Jakarta - Program andalan Presiden RI Prabowo Subianto yaitu Makan Bergizi Gratis (MBG) tengah jadi sorotan publik. Banyak kasus keracunan massa terhadap pelajar di berbagai daerah memicu suara pro dan kontra terhadap program MBG.

Soal Polemik MBG, Akademisi: Perbaiki Tata Kelolanya dan Jangan Hentikan Programnya

Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta, Lukmanul Hakim pun ikut buka suara soal MBG yang terus jadi perbincangan. Menurut dia, MBG perlu dievaluasi, namun tak dihentikan.

Ia mengatakan demikian karena MBG hingga saat ini sudah dirasakan manfaatnya oleh lebih dari 20 juta anak sekolah. Selain itu, ibu hamil dan penerima lainnya di 38 provinsi Indonesia juga merasakan manfaatya.

Turun ke Lapangan, Polri Usut Kasus Dugaan Keracunan MBG

Kalau ada beberapa hari lalu penerima MBG banyak keracunan, tentu harus ditingkatkan pengawasannya lebih baik. Bukan programnya yang disetop," kata Lukmanul usai acara Maulid Akbar dan doa bersama di Daan Mogot, Jakarta Barat, Minggu, 28 September 2025.

Keracunan menu MBG tercatat ada 70 kasus sepanjang Januari hingga September 2025. Dari puluhan kasus itu sebanyak 5.914 penerima program MBG terkena dampaknya, termasuk tujuh orang siswa di Jakarta Utara.

Menu Ikan Hiu Sebabkan Keracunan Makanan MBG? Begini Penjelasan BGN

 

Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta, Lukmanul Hakim

Photo :
  • Antara FOTO

 

Lukmanul menyampaikan tak setuju jika program MBG dihentikan. Ia bilang lebih baik MBG ditingkatkan pengawasan dan prosedur operasi standar MBG ditingkatkan lagi.

Bagi dia, dengan pengawasan yang ditingkatkan, MBG bisa memberi manfaat bagi penerimanya, khususnya mereka yang berkekurangan.

Lukmanul kembali menyampaikan program MBG sudah menjangkau hingga 20 juta anak sekolah, ibu hamil dan penerima lainnya di 38 provinsi.

"Jadi, program ini tidak hanya beri makanan bergizi. Tapi, juga gerakkan roda ekonomi lokal lewat penyerapan tenaga kerja. Itu juga berdayakan petani dan nelayan," ujar Lukmanul.

Menurut dia, MBG jadi program penting untuk membantu masyarakat terutama dari kalangan kurang mampu.

"Jadi, perlu terus berjalan dengan sistem pengawasan yang lebih ketat demi menjamin kualitas makanan," katanya.

Sebelumnya, Badan Gizi Nasional (BGN) melaporkan ada 70 kasus keracunan sepanjang Januari hingga September 2025. Dari puluhan kasus itu sebanyak 5.914 penerima MBG terkena dampaknya.

Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang menjelaskan BGN bertanggung jawab penuh dan berjanji untuk berbenah agar insiden keracunan tak terulang ke depannya.

Dari 70 kasus itu, sembilan kasus dengan 1.307 korban ditemukan di wilayah I Sumatera seperti Kabupaten Lebong, Bengkulu dan Kota Bandar Lampung, Lampung.

Lalu, di wilayah II Pulau Jawa, ada 41 kasus dengan 3.610 penerima MBG yang terdampak. Kemudian, di wilayah III di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali dan Nusa Tenggara ada 20 kasus dengan 997 penerima MBG yang terdampak.

Adapun dari 70 kasus keracunan itu, didua penyebab utamanya karena beberapa jenis bakteri seperti e.coli pada air, nasi, tahu, dan ayam. Selanjutnya, staphylococcus aureus pada tempe dan bakso, salmonella pada ayam, telur, dan sayurSelain itu, ada bakteri bacillus cereus pada menu mie. (Ant)