Kontroversi Kuota Haji Tambahan 20 Ribu Jemaah, Ini Penjelasan Pakar Hukum Tata Negara
- VIVA Jakarta/Edwin Firdaus
Oce menyebut Pasal 9 ayat (2) UU 8/2019 juga beri kewenangan kepada Menag untuk mengatur mekanisme pengisian kuota tambahan melalui Peraturan Menteri.
Kemudian, ketentuan itu juga dilaksanakan melalui Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler dan Permenag Nomor 6 Tahun 2021 tentang Perjalanan Ibadah Umrah dan Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus.
Oce menjelaskan, dari peraturan itu, Menag bisa menetapkan proporsi kuota tambahan dengan mempertimbangkan kondisi lapangan. Hal itu seperti daya tampung asrama, kepadatan di Mina, dan ketersediaan akomodasi.
Dijelaskan Oce, keputusan Menag Nomor 130 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan tahun 1445 H/2024 M merupakan bentuk kewenangan diskresi yang sah.
“Diskresi diberikan undang-undang untuk mengatasi kondisi khusus, dan sepanjang didasarkan pada pasal-pasal yang jelas, kebijakan ini tidak dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang,” tuturnya.
Lalu, Pasal 17 dan 18 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan juga menegaskan bahwa tindakan pejabat tak dianggap melampaui kewenangan bila memiliki dasar hukum yang jelas.
Menurut Oce, ketentuan lain dalam Pasal 28 Permenag 13/2021 juga menegaskan Menag bisa menetapkan kuota tambahan untuk haji reguler berdasarkan proporsi penduduk muslim antarprovinsi atau jumlah daftar tunggu.