PBHI: Pemilihan Wakil Ketua MA Non-Yudisial Harus Bersih dari Hakim Bermasalah
- Dok. Istimewa
VIVA Jakarta – Kursi Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Non-Yudisial segera diperebutkan pada Rabu, 10 September 2025. Posisi strategis ini diharapkan bisa diisi oleh Hakim Agung berintegritas tinggi dan bersih dari persoalan hukum.
Ketua Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, menegaskan pentingnya proses pemilihan dilakukan secara terbuka dan transparan. Menurutnya, publik harus diberi ruang untuk ikut mengawasi demi mencegah figur bermasalah menduduki jabatan krusial tersebut.
“Kasus suap kerap terjadi setiap tahunnya dengan angka–angka fantastis, dari Zarof dengan uang tunai Rp1 triliun dan berkilogram emas yang diakui sebagai uang suap perkara, sampai tertangkapnya hakim–hakim utama di PN Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Surabaya dengan angka mencapai ratusan miliar,” kata Julius dalam keterangannya, Selasa, 9 September 2025.
Julius menilai momentum ini harus menjadi langkah reformasi internal MA. Apalagi, dalam beberapa tahun terakhir, publik dibuat tercengang dengan kasus korupsi yang menjerat oknum di lembaga peradilan tertinggi tersebut.
“Setiap 6 bulan sekali, pasti ada kasus suap dan korupsi melibatkan pejabat MA,” tegasnya.
Ia menambahkan, lembaga yudikatif memiliki kedudukan setara dengan eksekutif dan legislatif. Karena itu, MA harus tampil bersih agar tidak kehilangan kepercayaan publik.
Lebih jauh, Julius mengungkapkan sejumlah Hakim Agung yang kini menjabat Ketua Kamar di MA masih menyisakan catatan hitam. Ada yang berulang kali dipanggil KPK terkait perkara suap, hingga yang menjadi ketua majelis dalam kasus pidana yang membebaskan mantan Hakim Agung Gazalba Saleh.
Bahkan, ada juga yang dinilai melakukan “korting” hukuman tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam putusan peninjauan kembali.
“Besok, tanggal 10 September 2025, dalam kesunyian dan kesenyapan yang sepertinya direncanakan untuk luput dari mata publik, MA melakukan pemilihan Wakil Ketua MA Non-Yudisial. Jabatan ini adalah jabatan suci yang tidak sepatutnya diisi orang–orang bermasalah,” tegas Julius.
Julius menegaskan, langkah awal reformasi MA harus dimulai dengan memilih sosok Wakil Ketua Non-Yudisial yang memiliki rekam jejak bersih, akuntabel, dan tidak pernah bersinggungan dengan kasus korupsi.
“Langkah terbaik dan pertama dalam reformasi di MA adalah mencari kandidat dengan track record baik. Bukan Hakim Agung yang pernah diperiksa dan dipanggil KPK atau yang melakukan korting putusan pidana korupsi,” pungkasnya.