Bukti Baru, KPK Temukan Dugaan Penyalahgunaan Kuota Petugas Haji

Lambang KPK RI
Sumber :
  • VIVA Jakarta/Edwin Firdaus

VIVA Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan informasi baru terkait kasus dugaan korupsi dalam pembagian kuota haji tambahan 2024. 

Dugaan adanya penyalahgunaan kuota petugas haji tersebut didapat usai penyidik memeriksa lima pimpinan asosiasi dan biro travel haji pada Rabu, 1 Oktober 2025. 

 

“Dalam pemeriksaan ini, KPK juga menemukan adanya kuota petugas haji yang diduga turut disalahgunakan,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Kamis 2 Oktober 2025.

 

Sejatinya, pada Rabu kemarin, lembaga antirasuah memanggil tujuh pimpinan asosiasi dan agen travel untuk diperiksa sebagai saksi. Namun, hanya lima orang yang hadir.

 

Lima saksi yang hadir tersebut, yakn Ketua Umum Amphuri, Firman M Nur, Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh), Muhammad Firman Taufik, Ketua Umum Sapuhi, Syam Resfiad, Komisaris PT Ebad Al-Rahman Wisata sekaligus Direktur PT Diva Mabruri, H Amaluddin serta Direktur/Pemilik PT Perjalanan Ibadah Berkah, Komisaris PT Perjalanan Sunnah Terindah, sekaligus Sekjen Mutiara Haji, Luthfi Abdul Jabbar. 

 

Adapun yang tidak hadir memenuhi panggilan, yakni Direktur/Pemilik PT Perjalanan Ibadah Berkah, Komisaris PT Perjalanan Sunnah Terindah, sekaligus Sekjen Mutiara Haji dan Direktur/Pemilik PT Perjalanan Ibadah Berkah, Komisaris PT Perjalanan Sunnah Terindah, sekaligus Sekjen Mutiara Haji.

 

Budi menjelaskan, selain mengenai kuota petugas, para saksi juga dimintai keterangannya terkait mekanisme pembayaran kuota haji khusus yang dikelola penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK).

 

“Para saksi didalami terkait mekanisme pembayaran dalam penyelenggaraan haji khusus oleh PIHK-PIHK melalui user yang dipegang asosiasi,” ujar Budi.

 

Dalam kesempatan sama, Budi mengultimum para pihak yang dipanggil pemeriksaan agar kooperatif. Sehingga dapat membantu proses penyidikan yang berjalan.

 

“Mengingat KPK punya kewenangan untuk melakukan upaya paksa pada tahap penyidikan, seperti tindakan pencegahan ke luar negeri kepada pihak-pihak yang keberadaannya dibutuhkan untuk tetap di Indonesia, guna memberikan keterangan-keterangan yang dibutuhkan oleh penyidik,” imbuhnya.