Rp300 Triliun Dana Judi Online Mengalir di Jutaan Rekening, IAW Soroti Celah Perbankan Indonesia
- Dok. Istimewa
VIVA Jakarta –Lebih dari satu dekade, sindikat judi online memanfaatkan lebih dari 1,1 juta rekening perbankan di Indonesia. Total dana yang berputar pun menembus Rp300 triliun.
Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, mengungkapkan bahwa akar masalah bukan pada lemahnya regulasi, melainkan praktik di lapangan yang masih penuh celah.
“Celah ini menyebabkan banyak rekening pada lembaga perbankan dipakai untuk menampung dan mengalirkan uang kotor dari aktivitas perjudian,” kata Iskandar kepada wartawan, Minggu, 17 Agustus 2025.
Ia menyebut lemahnya koordinasi antar lembaga negara justru menciptakan kondisi fraud by omission, atau kelalaian yang disengaja, yang akhirnya menguntungkan pihak tertentu.
Modus Sindikat Judi Online
Menurut Iskandar, modus operandi sindikat antara lain menggunakan identitas palsu, rekening penampung (collection account), hingga pooling account. Uang lalu dialirkan ke bandar, ditukar menjadi aset legal seperti properti atau kendaraan mewah, bahkan disimpan di luar negeri dalam bentuk kripto.
Peran rekening tidak aktif juga signifikan. “Sebanyak 23 persen rekening perjudian berasal dari rekening dormant yang diaktifkan kembali secara mendadak,” ungkapnya.
Berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2025, terdapat 2.115 rekening milik instansi pemerintah yang berstatus tidak aktif lebih dari tiga tahun tanpa pernah diaudit.
Penurunan Transaksi Setelah Pemblokiran
IAW mencatat, dalam kurun 10 tahun, perputaran dana judi online mencapai Rp300 triliun. Namun, pada 2025 transaksi judi turun 70 persen, dari Rp5 triliun per bulan menjadi Rp1 triliun, usai pemblokiran rekening secara masif.
Meski begitu, hanya 40 persen lembaga perbankan yang sudah menerapkan verifikasi biometrik valid. Data kependudukan, perbankan, dan intelijen juga belum terintegrasi secara real time.
“Data yang tidak terhubung membuat celah semakin besar. Bahkan, ada 15 kasus pidana yang melibatkan oknum perbankan pada 2021–2024 terkait pelanggaran prinsip mengenal nasabah,” kata Iskandar.
Pertanggungjawaban Perbankan
Menurut IAW, tanggung jawab bank tidak hanya soal hukum, tapi juga moral. UU Pencucian Uang jelas mewajibkan pemblokiran rekening mencurigakan, sementara OJK sudah menetapkan sanksi berat dalam program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme.
“Namun, pertanyaan pentingnya, apakah perbankan dan OJK rutin mempublikasikan kinerjanya kepada publik?” ujar Iskandar.
IAW menilai, ketika rekening bank dipakai untuk perjudian, berarti lembaga perbankan telah gagal menjaga kepercayaan publik. Dalam tata kelola yang sehat, pembiaran atau kelalaian adalah bentuk pengkhianatan.
Rekomendasi IAW
Untuk memperkuat pencegahan, IAW memberikan empat rekomendasi. Pertama yaitu Pencegahan di hulu.
“verifikasi biometrik wajib untuk semua rekening baru/aktif ulang, plus masa tunggu 7 hari sebelum bisa bertransaksi penuh,” ujar Iskandar.
Kedua Pemutusan di tengah, yakni blokir serentak rekening pengepul, lacak aliran dana hingga bandar, audit identitas pedagang dan nomor rekening virtual berisiko tinggi. Ketiga, Penegakan di hilir, tindak pidana perjudian sesuai KUHP, dan pencucian uang sesuai UU TPPU.
“Keempat Sanksi tegas, hukum pidana dan administratif bagi oknum perbankan yang terlibat,” kata Iskandar.
Iskandar juga menekankan perlunya pusat data terpadu antara PPATK, OJK, dan Bank Indonesia, serta pemutakhiran data penerima bansos bersama Kemensos dan Dukcapil.
Indikator Risiko Rekening Judi
Ada tiga tanda bahaya yang wajib diwaspadai yaitu Rekening dormant tiba-tiba aktif lalu langsung melakukan transfer dalam 10 menit. Kemudian Rekening menerima transfer dari lebih 100 sumber berbeda dalam waktu singkat.
Kemudian Rekening bansos menerima dana dari pihak yang tidak berkepentingan. “Rekening untuk perjudian adalah tulang punggung operasional sindikat, dan rekening tidak aktif menjadi amunisi cadangan,” tegas Iskandar.
Menurutnya, tanpa implementasi tegas dan komitmen moral dari perbankan, uang kotor akan terus mengalir. “Lembaga perbankan harus berdiri kukuh sebagai pagar pertama, bukan pintu belakang, dalam mencegah kejahatan finansial,” pungkasnya.