Menguji Klaim Keberhasilan MBG: Antara Prestasi, Transparansi, dan Pelajaran dari Kasus Keracunan
- Dok. Achmad Nur Hidayat
Di sinilah integritas fiskal menyatu dengan integritas gizi. Penyelesaian kasus pembayaran yang macet patut diapresiasi, namun pencegahan jauh lebih murah: kontrak baku dengan layanan pembayaran maksimal 14 hari, escrow digital, dan tanda terima elektronik yang otomatis muncul di dashboard publik.
Dari Retorika ke Disiplin Sistem
Kritik terbaik adalah yang menawarkan rute perbaikan. Saya mengusulkan tiga rute yang bersifat sistemik.
Pertama, rute regulasi. Terbitkan Perpres Tata Kelola MBG yang menetapkan standar gizi per kelompok sasaran, protokol keamanan pangan berbasis HACCP, kewajiban cold chain minimum, traceability batch, audit pemasok, dan sanksi berjenjang.
Formalkan keterlibatan Ombudsman sebagai pengawas layanan dan perkuat mekanisme keluhan yang mudah diakses orang tua dan guru.
Kedua, rute data. Bangun Open MBG Dashboard yang menayangkan data operasional harian (SPPG aktif, porsi, downtime, keterlambatan, keluhan dan penyelesaiannya), data ekonomi bulanan (serapan belanja daerah, proporsi belanja ke pemasok lokal, tenaga kerja terverifikasi), serta data pendidikan triwulanan (kehadiran dan capaian belajar).
Data mentah yang dapat diunduh, dengan privasi terjaga, akan mengundang kampus, media, dan masyarakat sipil ikut menganalisis. Di sini, klaim tidak lagi menjadi perang kata, melainkan kompetisi analisis.
Ketiga, rute fiskal–insentif. Pastikan unit cost realistis untuk tiap kelompok penerima, jelas komponennya, dan dibayar tepat waktu.
Terapkan insentif kualitas untuk dapur berkinerja terbaik, misalnya penambahan volume pada dapur dengan complaint rate sangat rendah dan hasil audit sanitasi tanpa temuan.
Di saat yang sama, tegakkan konsekuensi penghentian sementara bagi dapur yang berulang kali melanggar standar.
Menakar Prestasi dengan Ukurannya