APBD Sulut 2025 Dievaluasi: Dana Pegawai Membesar, Infrastruktur dan Stunting Terancam Terabaikan
- Istimewa
VIVA Jakarta - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI melalui Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah (Diten Keuda) menggelar Rapat Evaluasi Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025 Provinsi Sulawesi Utara.
Rapat evaluasi itu berlangsung pada Rabu, 10 September 2025. Dari keterangan Kemendagri, rapat evaluasi itu relevan dengan tugas dan fungsi Ditjen Keuda dalam mnengevaluasi perubahan APBD. Menurut Kemendagri, hal itu terkait efektivitas belanja daerah dan kepatuhan terhadap regulasi.
Selain itu, juga untuk penguatan perencanaan dan penganggaran daerah yang mendukung prioritas nasional.
Dijelaskan Kemendagri, agenda rapat dua hari itu dalam rangka evaluasi P-APBD Provinsi Sulawesi Utara Tahun Anggaran 2025. Evaluasi dilakukan sesuai ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 15 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2025. Pun, Langkah itu untuk menindaklanjuti isu-isu strategis lintas Kementerian/Lembaga.
Dari evaluasi P-APBD Provinsi Sulawesi Utara TA 2025 menunjukkan isu strategis seperti antara lain tingginya belanja pegawai, rendahnya belanja infrastruktur (belum memenuhi mandatory 40%).
Lalu, ada juga isu lainnya seperti lemahnya tagging stunting dan kemiskinan ekstrem, permasalahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), serta penguatan urusan pemerintahan umum.
"Oleh karenanya perlunya pengendalian belanja nonprioritas, inovasi pendanaan, penguatan regulasi," demikian keterangan Kemendagri yang dikutip pada Jumat, 12 September 2025.
Kemendagri menambahkan dengan adanya evaluasi juga memberi masukan dalam hal Pendanaan daerah dan PAD. Langkah itu agar daerah perlu melakukan inovasi pendanaan sehingga tak tergantung pada dana transfer pusat. Kemudian, perlu juga mendorong kinerja BUMD agar lebih signifikan meningkatkan PAD
Pun, untuk menyusun rencana kegiatan perlu dilakukan tangging yang terukur dan tepat sasaran. Dengan demikian, dalam pelaksanaannya bisa berdampak terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
"Kemudian, terakhir yaitu perlu pengendalian terhadap belanja hibah atau bansos agar tidak mengurangi ruang fiskal untuk belanja yang bersifat produktif," lanjut keterangan Kemendagri.