Menanti Kerja Tim KY Selidiki Dugaan Pelanggaran Putusan Perkara Tom Lembong

Joko Sasmito, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY
Sumber :
  • ANTARA

Untuk diketahui, Tom Lembong menerima abolisi dari Presiden Prabowo Subianto dalam perkara importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015–2016. Usai menerima abolisi tersebut, Tom Lembong resmi bebas dari Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta, pada 1 Agustus 2025.

Penyebab Kebakaran Kapal Dorolonda di Tanjung Priok Diselidiki

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Tom Lembong pidana 4 tahun dan 6 bulan penjara setelah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp194,72 miliar

Tindak pidana korupsi yang dilakukan Tom Lembong, antara lain dengan menerbitkan surat pengajuan atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015–2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

Jalur Pendakian Dibuka Kembali Hari Ini, Gunung Rinjani Dipadati Ribuan Pengunjung

Atas perbuatannya, Tom Lembong juga dijatuhkan pidana denda sebesar Rp750 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Setelah menerima abolisi tersebut, Tom Lembong melalui kuasa hukumnya, Zaid Mushafi, melaporkan ketiga hakim yang menyidangkan kasusnya ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.

BMKG: Gelombang Esktrem 6 Meter Berpotensi Terjadi di Perairan Indonesia pada 11-14 Agustus 2025

Zaid mengatakan laporan tersebut dibuat karena menilai hakim yang menyidangkan kliennya tidak mengedepankan azas praduga tak bersalah.

"Yang menjadi catatan adalah ada salah satu hakim anggota yang menurut kami selama proses persidangan itu tidak mengedepankan presumption of innocent. Dia tidak mengedepankan asas itu. Tapi mengedepankan asas presumption of guilty. Jadi Pak Tom ini seolah-olah memang orang yang udah bersalah tinggal dicari aja alat buktinya. Padahal tidak boleh seperti itu proses peradilan," ujar Zaid. (Ant)