KPK Ungkap Kaitan Kakak Cak Imin dan La Nyalla dalam Kasus Dana Hibah Jatim
- Antara FOTO
VIVA Jakarta – Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengungkapkan keterkaitan mantan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar, dalam kasus dugaan suap dana hibah kelompok masyarakat (Pokmas) Provinsi Jawa Timur periode 2019-2022.
Asep mengatakan, Abdul Halim Iskandar sempat menjadi Anggota DPRD Jawa Timur periode 2019-2024 sebelum akhirnya ditunjuk sebagai Mendes PDTT oleh Presiden Ke-7 RI Joko Widodo.
Demikian disampaikan Asep saat dikonfirmasi wartawan, Jumat, 3 Oktober 2025.
“Jadi, untuk mantan Menteri Desa ini, yang bersangkutan pernah menjadi anggota DPRD Jawa Timur. Tentunya masih di lingkup waktu tersebut sehingga kami juga membutuhkan informasi terkait dengan masalah Pokir (pokok pikiran) ini,” ujarnya.
Asep menambahkan, karena waktu dugaan korupsi dana hibah Jatim itu terjadi pula, sehingga penyidik melakukan upaya paksa seperti penggeledahan dan pemeriksaan terhadap kakak dari Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) tersebut.
Tidak hanya Abdul Halim, Asep juga menuturkan keterkaitan anggota DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dalam kasus tersebut.
Adapun La Nyalla sempat menjabat sebagai Wakil Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jatim. Asep menjelaskan KPK mendalami program-program KONI yang berkaitan dengan dana hibah Pokir tersebut.
“Jadi, ada (dana hibah) yang dititipkan di beberapa SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Makanya, termasuk ke dinas-dinasnya tersebut kita memanggil kepala dinas maupun wakil kepala dinas dan juga beberapa pejabat struktural di dinas tersebut untuk mengonfirmasi terkait dengan penerimaan pokir dimaksud,” imbuhnya.
Sedangkan untuk Khofifah yang saat ini menjabat Gubernur Jatim, KPK menggali keterangan terkait dana hibah yang dipakai DPRD dengan pihak Pemerintah Daerah (Pemda).
Lembaga antirasuah, lanjut Asep, menelusuri alur aturan pembagian dana hibah Pokir dan pertemuan antara Pemprov Jatim dengan DPRD terkait dana yang diduga dikorupsi tersebut.
“Jadi, kami juga menelusuri asal dana Pokir ini. Menelusuri bagaimana pembagiannya, pengaturannya dan lain-lainnya. Bagaimana pertemuan-pertemuan antara eksekutif dengan legislatif, bagaimana pembagiannya, presentasinya dan lain-lainnya,” kata Asep yang juga Direktur Penyidikan KPK.
Diketahui, KPK telah mengumumkan 21 orang tersangka dalam kasus ini, 4 di antaranya sudah dilakukan penahanan selama 20 hari pertama terhitung mulai 2 Oktober 2025.
Mereka yang sudah ditahan yaitu Anggota DPRD Jatim periode 2024-2029 atau pihak swasta dari Kabupaten Gresik, Hasanuddin; pihak swasta dari Kabupaten Blitar, Jodi Pradana Putra; mantan Kepala Desa dari Kabupaten Tulungagung, Sukar; dan pihak swasta dari Tulungagung, Wawan Kristiawan.
Dari 21 orang tersangka tersebut, empat orang merupakan penerima suap yakni mantan Ketua DPRD Jatim Kusnadi; Wakil Ketua DPRD Jatim (sekarang anggota DPR RI) Anwar Sadad dan Achmad Iskandar; serta Staf Anwar Sadad yang bernama Bagus Wahyudiono.
Sementara 17 tersangka diduga pemberi suap yakni Anggota DPRD Jatim 2019-2024 Mahud; Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Sampang 2019-2024 Fauzan Adima; Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Probolinggo 2019-2024 Jon Junaidi; pihak swasta dari Kabupaten Sampang atas nama Ahmad Heriyadi, Ahmad Affandy, dan Abdul Motollib.
Kemudian pihak swasta di Kabupaten Probolinggo yang saat ini menjadi anggota DPRD Jatim 2024-2029 Moch Mahrus; pihak swasta dari Tulungagung atas nama A. Royan dan Wawan Kristiawan; mantan Kepala Desa dari Kabupaten Tulungagung Sukar; pihak swasta dari Kabupaten Bangkalan atas nama Ra Wahid Ruslan dan Mashudi.
Lalu, pihak swasta dari Kabupaten Pasuruan atas nama M. Fathullah dan Achmad Yahya; pihak swasta dari Kabupaten Sumenep atas nama Ahmad Jailani; pihak swasta dari Kabupaten Gresik yang sekarang menjadi Anggota DPRD Jatim 2024-2029 Hasanuddin; pihak swasta dari Kabupaten Blitar atas nama Jodi Pradana Putra.