Pakar Kritik Overconfidence Menkeu Baru Purbaya: Sinyal Bahaya bagi Stabilitas Publik dan Pasar
- Instagram Prabowo Subianto
VIVA Jakarta - Pernyataan Menteri Keuangan atau Menkeu baru Purbaya Yudhi Sadewa yang belum genap sehari menjabat menuai kontroversi. Purbaya dikritik karena dinilai terlalu overconfidence.
Pakar kebijakan publik Achmad Nur Hidayat menyoroti ucapan Purbaya yang meremehkan tuntutan publik dengan keyakinan pertumbuhan ekonomi 6–7 persen akan otomatis meredam kritik, membuat publik dan pasar terkejut.
"Sikap percaya diri yang berlebihan atau overconfidence ini menjadi alarm: apakah ke depan ia akan menjadi manajer fiskal yang kredibel, atau justru berbahaya bagi stabilitas publik dan pasar?" kata Ahmad, dalam keterangannya dikutip VIVA Jakarta pada Rabu, 10 September 2025.
Menurut dia, bahaya overconfidence dalam kepemimpinan fiskal. Ia mengibaratkan Purbaya adalah pejabat ekonomi dan bertindak sebagai sopir yang terlalu percaya diri melaju kencang di jalan licin.
"Alih-alih tiba lebih cepat, risiko kecelakaan justru meningkat. Pernyataan Purbaya mengandung dua bahaya besar," lanjut dosen UPN Veteren Jakarta itu.
Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat.
- Dok. Achmad Nur Hidayat
Bagi Achmad, dua hal yang berbahaya yaitu pertama, Purbaya menyederhanakan persoalan kompleks termasuk soal demonstrasi. Aksi demonstrasi bukan sekadar masalah perut.
Dia menjelaskan demonstrasi muncul karena kritik publik terhadap kesenjangan, ketidakadilan, dan ketidakpercayaan terhadap kebijakan. "Menganggapnya hanya karena 'hidup kurang enak' mereduksi makna demokrasi," tutur ekonom yang akrab disapa ANH itu.
Pun, menurut dia, bahaya yang kedua karena pasar membaca sinyal dari setiap ucapan Menkeu.
"Jika sinyal itu berupa keyakinan berlebihan tanpa rencana konkret, pasar bisa ragu pada kapasitas pemerintah mengelola fiskal," tuturnya.
Dia mengatakan keraguan itu berpotensi mendorong volatilitas nilai tukar, menahan investasi, bahkan memicu pelarian modal.
Achmad mengingatkan bahwa publik saat ini membutuhkan peta jalan, bukan retorika. Kata dia, pertumbuhan 8 persen bukan sekadar slogan.
"Publik ingin peta jalan jelas: apa strategi penciptaan lapangan kerja. Bagaimana distribusi hasil pertumbuhan, dan sejauh mana belanja negara diarahkan pada infrastruktur, pendidikan, serta Kesehatan," jelasnya.
Menurut dia, omongan Purbaya soal 'rakyat berhenti demo kalau ekonomi tumbuh' tidak hanya dangkal. Tapi, ucapan itu juga berpotensi merusak komunikasi pemerintah dengan rakyat.
"Kredibilitas seorang Menkeu tidak diukur dari retorika, melainkan dari konsistensi eksekusi kebijakan," sebut Achmad.