Mahasiswa Ingatkan Presiden: Reformasi Polri Perkuat Sistem, Bukan Drama Ganti Orang
- VIVA.co.id
VIVA Jakarta –Rencana Presiden membentuk tim reformasi kepolisian dinilai sebagai langkah progresif. Namun, wacana ini bisa menjadi persoalan serius bila tidak dirancang dengan matang.
“Karena reformasi kepolisian bukan sekadar proyek politik jangka pendek, melainkan agenda berkelanjutan yang akan menjamin kredibilitas lembaga penegak hukum sekaligus stabilitas negara,” kata Ketua Ikatan Mahasiswa Satu Nusa, Adam Souwakil, Jumat, 12 September 2025.
Adam menilai, ada tiga hal krusial yang harus dicermati. Pertama, pembentukan tim reformasi bisa dipersepsikan publik sebagai sinyal ketidakpercayaan Presiden terhadap Kapolri. Jika persepsi ini berkembang, legitimasi Kapolri terancam terkikis hanya karena tekanan opini yang reaktif.
“Padahal, setiap pergantian pucuk pimpinan Polri harus didasarkan pada tujuan evaluasi dan pertimbangan strategi, bukan sekadar tekanan massa,” ujarnya.
Kedua, tim reformasi rawan dijadikan instrumen politik untuk mendorong pergantian Kapolri. Menurut Adam, ada pihak yang berkepentingan membangun narasi seolah reformasi hanya bisa diwujudkan bila pimpinan Polri diganti. Logika itu, kata dia, keliru sekaligus berbahaya.
“Reformasi tidak boleh direduksi menjadi sekadar isu pergantian tokoh, sebab yang dibutuhkan adalah penguatan sistem, bukan pengorbanan simbolis,” jelas Adam.
Ketiga, Presiden harus menyadari bahwa langkah ini bisa menjadi bumerang bila tanpa arah kebijakan jelas. Tim reformasi bisa dianggap hanya “komite ad hoc” yang sekadar menampung aspirasi, tanpa melahirkan perubahan nyata.
“Lebih buruk lagi, bila tim tersebut dipakai sebagai panggung politik untuk kelompok tertentu, maka kredibilitas pemerintah akan jatuh dan kepercayaan masyarakat kepada Polri semakin runtuh,” tegasnya.
Adam menekankan, reformasi sejati tidak boleh reaktif. Presiden seharusnya menegaskan bahwa tim reformasi bertujuan memperkuat Polri, bukan mengganti Kapolri. Evaluasi internal harus tetap berjalan melalui mekanisme negara, bukan tekanan publik.
“Dalam konteks ini, Kapolri justru perlu diberi mandat penuh untuk memimpin proses perubahan dengan dukungan politik dari Presiden, bukan mengarahkan ke arah penggiringan opini yang merugikan otoritasnya,” ungkap Adam.
Ia mengingatkan, reformasi harus meneguhkan marwah Polri sebagai institusi profesional, bukan alat politik sesaat. Jika hanya dipakai untuk menumbalkan Kapolri, bangsa ini justru terjebak dalam drama politik, bukan membangun kepolisian yang kuat.
“Presiden harus menolak jebakan tersebut. Sebab, membangun Polri yang profesional tidak akan pernah bisa dicapai dengan mengganti figur, melainkan dengan mengubah sistem secara berani dan konsisten,” pungkas Adam.