Banyak Suara Rakyat Terbuang Sia-sia di Pemilu, PT 4 Persen Didigugat Lagi ke MK oleh Partai Buruh

Wakil Presiden Partai Buruh, Said Salahudin
Sumber :
  • Partai Buruh

JakartaPartai Buruh kembali mengajukan judicial review atau JR terhadap UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Gugatan pada UU Pemlu tersebut diajukan kembali ke Mahkamah Konstitusi atau MK, terkait ambang batas parlemen 4 persen.

Sambut HUT RI ke-80, Partai Berkarya Pikat Anak Muda Lewat Gaya Fun Politik

 

Ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) sebesar 4 persen dari total suara sah nasional, dipersyaratkan oleh UU Pemilu bagi partai politik dalam penentuan kursi DPR RI.

Dukung Rekonsiliasi, Aktivis 98: Semoga Jokowi, Mega, SBY dan Prabowo Rukun di Upacara HUT RI ke 80

 

"Aturan ambang batas parlemen atau Parliamentary Threshold (PT) ini kami uji ke MK untuk meminimalisir jumlah suara rakyat yang berpotensi terbuang sia-sia di Pemilu 2029 dan seterusnya. Sebab, berkaca pada Pemilu 2019, sedikitnya ada 12 dapil DPR RI yang jumlah suara terbuangnya bahkan melampaui jumlah suara yang terkonversi menjadi kursi," jelas Wakil Presiden Partai Buruh, Said Salahudin, dalam keterangannya, Senin 28 Juli 2025. Gugatan diajuka hari ini ke MK.

Prof Haris: Secara Konkret, PMII Dapat Bangun Ekosistem Pemberdayaan yang Aktivasi Program Pemerintah

 

Adapun 12 daerah pemilihan atau dapil yang suaranya terbuang sia-sia karena PT tersebut adalah Aceh II, Banten II, Gorontalo, Kepri, Kalbar II, Papua Barat, Bengkulu, Kaltara, Maluku, Kep. Babel, Maluku Utara, dan NTB I. 

 

"Di dapil NTB I, suara sah pemilih yang terkonversi menjadi kursi hanya 29,73 persen, sedangkan yang tidak terkonversi menjadi kursi alias terbuang sia-sia jumlahnya mencapai 70,27 persen. Ini jelas ada yang salah dengan pengaturan PT," jelas Said yang juga Ketua Tim Hukum Partai Buruh itu.

 

Pada Pemilu 2024 lalu, kondisi serupa terulang di 12 dapil untuk DPR RI tersebut. Suara terbuang jauh lebih besar daripada suara yang terkonversi. Keduabelas dapil itu adalah Papua Pegunungan, Papua Tengah, Sulbar, Kepri, Papua Barat, Kep. Babel, Maluku, Papua, Papua Selatan, Maluku Utara, NTB I, dan Papua Barat Daya. 

 

Jelas Said, seperti di dapil Papua Barat Daya, suara yang terkonversi menjadi kursi hanya 28,90 persen. Sedangkan yang tidak terkonversi menjadi kursi alias suara rakyat yang hilang jumlahnya lebih ekstrem lagi yaitu sebesar 71,10 persen. 

 

"Ini sekali lagi mengonfirmasi bermasalahnya aturan PT,".

 

Alasan kedua gugatan ini dilayangkan Partai Buruh, jelas Said, bahw pihaknya menguji aturan PT adalah karena dari hasil penelitian Partai Buruh berdasarkan data resmi KPU menunjukan bahwa pada Pemilu 2019 maupun Pemilu 2024, tidak ada partai politik manapun yang bisa memperoleh kursi terakhir. Kecuali partai yang bersangkutan memperoleh suara sah di atas 4 persen pada sebuah dapil.   

 

"Jadi, untuk mengetahui “harga kursi” terendah pada sebuah dapil, dapat dilakukan dengan melihat besaran suara parpol pada perhitungan “kursi terakhir” berdasarkan metode _Sainte Lague_. Nah, suara atau sisa suara parpol yang bisa dikonversi menjadi kursi terakhir itulah yang dapat dijadikan sebagai standar perhitungan harga kursi terendah," jelasnya. 

 

Said kembali menjelaskan, pada Pemilu 2019, harga kursi terendah adalah dapil Banten III.  Yakni setara dengan 4,10 persen suara sah. Sedangkan pada Pemilu 2024, harga kursi terendah atau jumlah suara minimal yang dapat dikonversi menjadi kursi terakhir adalah di dapil Jatim VIII, yaitu sebesar 4,15 persen.

 

"Berdasarkan data penelitian Partai Buruh itulah kami coba meyakinkan Mahkamah untuk menetapkan pengaturan baru mengenai ketentuan ambang batas parlemen di Pemilu 2029 dan seterusnya," lanjutnya.

 

Meski sudah ada Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023 yang memerintahkan Pembentuk Undang-Undang agar menurunkan besaran PT dibawah 4 persen secara nasional di Pemilu 2029,  Said mengatakan kalau Partai Buruh tetap merasa perlu menguji kembali aturan PT. Maka pihaknya mengajukan dalil, argumentasi, serta alat bukti baru kepada MK.   

 

"Petitum kami adalah meminta MK agar menghapus aturan PT secara nasional alias PT 0 %. Tetapi apabila MK menilai aturan PT tetap diperlukan, maka kami mengajukan Petitum alternatif berupa pemberlakuan aturan PT yang berbasis pada dapil, bukan berbasis pada suara sah nasional," terangnya.

 

Menurut Said, Apabila PT diberlakukan dengan basis perolehan suara sah parpol di daerah pemilihan, maka kerugian yang pernah dialami oleh sejumlah partai politik di Pemilu 2019 dan Pemilu 2024 tidak akan terulang. Setidaknya kerugian ini tidak terjadi lagi, kata Said, di Pemilu 2029, termasuk Partai Buruh.

 

Jelas Said, Pada Pemilu 2019, akibat berlakunya aturan PT 4 persen secara nasional, menyebabkan PSI kehilangan tiga kursi di dapil Banten III, DKI Jakarta II, dan dapil DKI Jakarta III. Perindo kehilangan dua kursi di dapil Sumut III dan NTT II.

 

"Nasib yang sama juga menimpa PPP, PSI, dan Perindo akibat pemberlakuan PT 4 % secara nasional di Pemilu 2024. PPP harus kehilangan 12 kursi; PSI kehilangan lima kursi di dapil Jateng V, Jatim I, Banten III, DKI Jakarta II, dan DKI Jakarta III; dan Perindo kehilangan satu kursi di dapil NTB II,".

 

Dalam permohonan ini, Partai Buruh menguji empat norma yang diatur dalam dua undang-Undang, yaitu Pasal 414 ayat (1), Pasal 415 ayat (1), dan Pasal 415 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum; dan Pasal 82 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).