5 Kasus Intoleransi Meledak di 2025, Tokoh Lintas Iman Desak Negara Hadir Lindungi Warga
- Istimewa
Jakarta – Gelombang kasus intoleransi yang terus berulang di sejumlah wilayah Indonesia kembali memantik reaksi publik. Puluhan tokoh dan organisasi lintas iman bersuara lantang lewat pernyataan sikap bersama bertajuk “Komitmen Bersama Konsorsium Merawat Dunia dengan Cinta”.
Mereka menyoroti aksi kekerasan dan perusakan rumah ibadah, sekaligus mendesak negara hadir melindungi hak kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) setiap warga negara.
Langkah ini diambil usai peristiwa perusakan rumah doa Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) Anugerah di Padang Sarai, Kota Padang, pada 28 Juli 2025. Konsorsium menilai aksi tersebut sebagai pelanggaran serius terhadap hak konstitusional warga untuk beribadah dengan aman.
“Indonesia dibangun di atas semangat Bhinneka Tunggal Ika. Tapi belakangan, intoleransi justru meningkat. Mulai dari pembubaran ibadah, perusakan rumah ibadah, hingga intimidasi berbasis agama. Ini jelas melukai rasa kemanusiaan dan melanggar hukum,” bunyi pernyataan sikap konsorsium.
Sindiran untuk Pejabat yang Tutup Mata
Konsorsium juga mengkritik keras sikap sebagian pejabat publik yang dianggap menutupi akar masalah intoleransi. Mereka menyinggung pernyataan Wali Kota Padang, Fadly Amran, yang menyebut insiden di Padang Sarai hanya “kesalahpahaman” dan tidak terkait SARA.
Bagi para tokoh lintas iman, sikap tersebut berbahaya karena bisa memperpanjang impunitas bagi pelaku kekerasan berbasis agama.
Konsorsium juga mencatat sedikitnya lima kasus serupa sepanjang 2025, antara lain:
• Pembubaran rumah doa di Sukabumi (4 Juli)
• Intimidasi rumah doa di Surakarta (20 Mei)
• Penolakan penggunaan gedung untuk ibadah di Arcamanik, Bandung (5 Maret)
• Penolakan pembangunan Gereja Toraja di Samarinda (25 Mei)
• Pemberhentian pembangunan Gereja GKJW di Kediri (30 Juli)
Tujuh Komitmen Lintas Iman
Dalam pernyataan resminya, konsorsium merumuskan tujuh komitmen utama, di antaranya:
1. Menolak segala bentuk intoleransi terhadap rumah ibadah dan kegiatan keagamaan.
2. Mendesak penegakan hukum yang tegas dan adil bagi pelaku kekerasan.
3. Mengkritik pembiaran pejabat publik yang menormalisasi kekerasan atas nama agama.
4. Mendorong pemerintah aktif mencegah pelanggaran hak KBB.
5. Memperkuat peran masyarakat sipil dan reformasi FKUB agar independen.
6. Menjamin hak beribadah semua warga tanpa diskriminasi.
7. Mendesak pemda menjamin keberlanjutan ibadah dan pendidikan agama bagi jemaat yang terdampak.
Konsorsium juga mendorong Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk memastikan arahan Menteri Agama, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, dijalankan tegas oleh pemerintah daerah: tidak boleh ada lagi kasus intoleransi di Indonesia.
Panggilan Nurani untuk Indonesia Rukun
Pernyataan ini ditandatangani 24 tokoh dan lembaga, di antaranya Prof. Dr. Musdah Mulia, Rm. Agustinus Heri Wibowo, Andar Nubowo, ICRP, Keuskupan Agung Jakarta, Majelis Buddhayana Indonesia, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, hingga Maarif Institute dan SeJuk.
Mereka menegaskan, komitmen ini lahir dari panggilan nurani dan tanggung jawab moral untuk menjaga Indonesia tetap rukun, toleran, dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan.