Instrumen IPLM dan TKM Diubah, Fokus Tingkatkan Budaya Baca

Kepala Perpusnas, E. Aminudin Aziz
Sumber :
  • Dok. Perpusnas

VIVA Jakarta – Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) memperkuat kualitas data Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) dan Tingkat Kegemaran Membaca (TKM) dengan melakukan perubahan instrumen.

Joko Santoso Terpilih Aklamasi Pimpin Ikatan Pustakawan Indonesia 2025-2028

Perubahan instrumen tersebut bertujuan untuk menghasilkan data yang valid dan sahih, menjamin reliabilitas dan keandalan dari instrumen, serta meningkatkan kepraktisan agar mudah digunakan oleh para asesor maupun responden.

Hal tersebut disampaikan Kepala Perpusnas, E. Aminudin Aziz, saat memberikan sambutan dan membuka secara resmi kegiatan Sosialisasi Kajian Perpustakaan Indonesia Tahun 2025, Jumat, 26 September 2025.

Kepala Perpusnas Tegaskan Redefinisi Perpustakaan dan Pustakawan di Era AI di Kongres IPI

Kepala Perpusnas menjelaskan bahwa instrumen penilaian yang baru akan mengukur kinerja Pemerintah Daerah sesuai kewenangan masing-masing, sehingga penilaian lebih tepat sasaran dan fokus pada lingkup tugasnya. Selain itu, instrumen baru akan menekankan hasil nyata dalam meningkatkan budaya baca.

“Jika sebelumnya lebih menekankan aspek kepatuhan administratif, seperti luas bangunan atau jumlah koleksi, kini nilai lebih besar akan diberikan pada kinerja, aktivitas nyata dalam meningkatkan budaya baca,” ungkap Aminudin dikutip dalam keterangan tertulis, Jumat, 26 September 2025.

Pustakawan Disebut Punya Keunggulan Tak Tergantikan Dibanding Google

 

Kepala Perpusnas, E. Aminudin Aziz

Photo :
  • Dok. Perpusnas

 

Pada dimensi TKM, lanjutnya, instrumen terbaru akan mengukur perilaku membaca masyarakat secara lebih komprehensif, mulai dari tahap pra-membaca, aktivitas saat membaca, hingga pasca-membaca.

Kepala Perpusnas berharap agar penanggung jawab data dari seluruh dinas perpustakaan seluruh provinsi dan kabupaten/kota mengisi data IPLM dan TKM dengan benar dan apa adanya.

“Pada bulan Oktober semua akan memulai memasukkan data, berikan data apa adanya, sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Sehingga nanti kami bisa lebih mudah untuk memberikan perlakuan dan saran yang perlu disampaikan kepada pemerintah daerah tingkat provinsi kabupaten maupun kota,” ungkapnya.

Kepala Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca Perpusnas, Nurhadisaputra, menyampaikan IPLM dan TKM memiliki peran strategis. Kedua instrumen ini bukan hanya alat ukur tingkat literasi masyarakat, tetapi juga merupakan Indikator Kinerja Kunci (IKK) bagi pemerintah daerah. 

“Artinya capaian IPLM dan TKM menjadi salah satu ukuran keberhasilan pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota dalam membangun kualitas sumber daya manusia berbasis literasi,” jelasnya.

Lebih lanjut, dia menyampaikan pentingnya IPLM dan TKM sebagai panduan untuk menghadapi kesenjangan literasi yang masih terjadi di banyak wilayah.

“IPLM dan TKM menjadi penting sebagai panduan dalam merancang intervensi yang tepat sasaran, baik dalam penyediaan sarana prasarana perpustakaan, peningkatan layanan literasi, maupun pengembangan minat baca masyarakat,” jelasnya.

Sementara itu, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Harry Kusuma, menyampaikan dengan adanya pembaruan instrumen dalam perhitungan IPLM dan TKM, seluruh dinas perpustakaan daerah harus berkoordinasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). 

“Hal ini penting karena hasil perhitungan tidak dapat dikonversi dari model lama karena indikator dan variabel yang digunakan kini berbeda secara signifikan. Perpustakaan Nasional diharapkan dapat memfasilitasi pertemuan bersama antara Bappeda kabupaten/kota maupun provinsi untuk memastikan adanya penyesuaian ini,” tuturnya.

Ketua Kelompok Kerja Analisis Perkembangan Semua Jenis Perpustakaan Perpusnas, Irhamni, memaparkan data yang akan dikumpulkan dalam IPLM adalah data kegiatan internal di perpustakaan setiap harinya.

“Jadi indeks ini dibangun berdasarkan dua dimensi yaitu dimensi kepatuhan dan dimensi kinerja. Untuk dimensi kepatuhan terdiri dari koleksi dan Sumber Daya Manusia (SDM). Kemudian dimensi kinerja yaitu pelayanan dan pengelolaan, ini terkait dengan jumlah buku yang dilayangkan, orang yang berkunjung dan lain sebagainya,” urainya.

Terkait TKM, dia memaparkan analisis akan dilakukan pada aktivitas membaca yang dibagi menjadi tiga fase utama yaitu pra membaca, saat membaca, dan pasca-membaca.

“Pada fase pra membaca, survei akan menilai aspek motivasi, minat intrinsik, tujuan membaca, model akses, hingga pemahaman budaya literasi di tengah masyarakat. Pada fase saat membaca akan melihat perilaku pembaca, fokus perhatian, strategi pemahaman, serta praktik literasi sosial. Pada fase pasca-membaca, analisis diarahkan pada dampak membaca, nilai ekspektasi yang diharapkan,” jelasnya.