Pakar Hukum Kritik Dominasi Jaksa dalam RUU KUHAP, Dinilai Ancam Independensi Penyidik
Jakarta – Penolakan terhadap pengaturan asas dominus litis secara mutlak di dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) disuarakan oleh sejumlah ahli hukum pidana. Salah satunya, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Kristen Indonesia (UKI), Prof. Dr. Mompang L. Panggabean, mengritik rencana pemberlakuan asas dominus litis secara mutlak dalam RUU KUHAP yang saat ini sedang dibahas oleh DPR dan pemerintah.
Menurutnya, penguatan peran dominan jaksa penuntut umum dalam proses penyidikan justru berpotensi mengganggu independensi penyidik dan menimbulkan ketimpangan kewenangan antarlembaga penegak hukum yang terdapat di dalam criminal justice system.
"Asas dominus litis secara mutlak, dengan memberikan kendali penuh kepada penuntut umum terhadap arah dan proses penyidikan, kurang tepat diterapkan dalam sistem hukum pidana kita yang menganut prinsip keseimbangan kewenangan. Apalagi jika mengamati budaya hukum selama ini, dimana timbul kesan bahwa posisi penuntut umum seakan-akan lebih tinggi daripada penyidik," ujar Prof. Mompang, dikutip Rabu.
Ia berpendapat, jika prinsip ini diberlakukan, maka jaksa akan memiliki wewenang untuk menentukan apakah sebuah perkara layak disidik lebih lanjut atau dihentikan, bahkan sejak tahap awal penyidikan. Hal ini berpotensi mengaburkan batas kewenangan antara penyidik dan penuntut, serta mereduksi independensi polisi sebagai penyidik.
"Penyidikan adalah proses yang seharusnya dilakukan secara objektif dan profesional oleh penyidik, bukan di bawah arahan dan dominasi jaksa. Kalau fungsi ini dilemahkan, maka sistem kontrol dalam proses penegakan hukum menjadi tidak berjalan. Padahal semua subsistem dalam sistem peradilan pidana memiliki kedudukan dan peran yang sama demi mencapai visi misi penegakan hukum bertolak dari pendekatan sistem sebagaimana diutarakan Prof. Satjipto Rahardjo," jelasnya.
Prof. Mompang menekankan bahwa reformasi hukum acara pidana di Indonesia semestinya bertujuan memperkuat sinergi antarinstitusi penegak hukum, bukan malah memperbesar dominasi satu pihak atas yang lain. Menurutnya, keberadaan asas dominus litis secara mutlak justru akan menciptakan ruang intervensi yang besar dan membuka potensi penyalahgunaan kewenangan. Penguatan kelembagaan harus dilakukan demi memperbaiki struktur hukum yang ada seraya menciptakan budaya hukum yang sehat.
“Jangan sampai kita mengorbankan prinsip dasar hukum acara hanya demi alasan efisiensi atau kepraktisan. Kita justru harus menjaga sistem yang menjamin keadilan substantif dan perlindungan hak asasi manusia,” imbuhnya.