Menguji Klaim Keberhasilan MBG: Antara Prestasi, Transparansi, dan Pelajaran dari Kasus Keracunan

Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat.
Sumber :
  • Dok. Achmad Nur Hidayat

Penulis: Achmad Nur Hidayat, Ekonom, Pakar Kebijakan Publik dan Dosen UPN Veteran Jakarta

92 Persen Beras Dikuasai Swasta, Haidar Alwi Desak Regulasi Baru Atasi Ancaman Mafia Pangan

 

 

Begini Keseruan HUT RI ke-80 di Jatiasih, Momen Gotong Royong Ciptakan Ketahanan Pangan Nasional

Pidato kenegaraan 15 Agustus 2025 menempatkan Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai lokomotif baru pembangunan manusia.

Presiden menyebut dalam tujuh bulan pelaksanaan telah dicapai hal-hal yang “negara lain butuh belasan tahun”, menciptakan 290 ribu lapangan kerja, melibatkan 1 juta petaninelayanpeternak–UMKM, menumbuhkan ekonomi desa, hingga meningkatkan kehadiran dan prestasi siswa.

Syahganda Beberkan Alasan Prabowo Serius Perangi Mafia Sawit, Tambang, dan Beras

Pertanyaannya: sejauh mana klaim-klaim itu realistis?

 Saya melihat dua hal yang sama-sama benarPertama, pada skala dan kecepatan, MBG memang lompatan. Dapur-dapur SPPG yang kini tersebar, kapasitas porsi yang terus bertambah, dan antusiasme pemerintah daerah menunjukkan politik kebijakan yang bergerak, bukan hanya direncanakan.

Kedua, justru karena pergerakannya cepat, kita wajib naik kelas dalam cara mengukur, menjelaskan, dan mempertanggungjawabkan hasil.

 Klaim “290 ribu lapangan kerjabisa masuk akal bila definisinya jelas: pekerja penuh waktu, paruh waktu, musiman, atau termasuk relawan?

Apakah tenaga logistik sementara ikut dihitung? Jika definisi dibuka, publik akan mengerti, dan angka besar tidak terasa seperti sulap statistik.

Begitu pula klaim keterlibatan “1 juta pelaku hulu”. Kata “terlibatbisa berarti memasok sekali, berkala, atau menjadi mitra tetapKetiga status ini sama-sama bermanfaat, tetapi dampak ekonominya berbeda.

Halaman Selanjutnya
img_title