Akademisi Soroti Pungutan Ganda di Batam, Dinilai Hambat Daya Saing Investasi

Direktur Eksekutif Batam Labor and Public Policy, Rikson Tampubolon
Sumber :
  • Dok. Istimewa

VIVA Jakarta – Perbedaan sistem pungutan di Batam kembali menuai sorotan. Berbeda dengan daerah lain di Indonesia, para pelaku usaha di Batam harus menghadapi beban ganda yang dinilai menekan iklim investasi.

Akademisi: Aspirasi Harus Disalurkan Damai dan Konstitusional

Jika di wilayah lain hanya dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), di Batam mereka masih harus menanggung Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) atau sewa lahan kepada BP Batam.

Akademisi sekaligus Direktur Eksekutif Batam Labor and Public Policy (BALAPI), Rikson Tampubolon, menyebut kebijakan tersebut tidak hanya memberatkan, tetapi juga mengurangi daya saing Batam sebagai kawasan strategis. 

Kozy Livin Lippo Karawang, Klaster Hunian Modern di Koridor Timur Jakarta

“Di daerah lain cukup membayar PBB sebagai kewajiban fiskal. Tetapi di Batam, pengusaha harus menanggung UWTO sekaligus PBB. Ini jelas kontraproduktif dan mengurangi daya saing Batam,”ujarnya, Jumat, 5 September 2025

Menurut Rikson, UWTO muncul dari status Batam sebagai kawasan khusus dengan pengelolaan lahan oleh BP Batam. Namun dalam praktiknya, pungutan itu menjadi double burden yang justru membingungkan dunia usaha. 

Investasi Pertamina NRE Buahkan Hasil: Laba bersih CREC Terbang 38 Persen

“Alih-alih memberikan kemudahan, investor justru terbebani dengan biaya tambahan yang tidak ada presedennya di wilayah lain. Padahal tujuan awal Batam adalah menyediakan lahan murah dan ramah investasi,” tegasnya.

Ia mengingatkan, situasi ini membuat investor mulai membandingkan struktur biaya Batam dengan kawasan lain seperti Singapura dan Johor. Bila biaya lahan lebih tinggi tanpa dukungan kepastian hukum maupun infrastruktur, investor berpotensi hengkang.

Halaman Selanjutnya
img_title