Ekonom: Penempatan Dana Pemerintah Rp200 Triliun Tak Langgar Konstitusi, Sudah Penuhi Syarat
- Instagram Prabowo Subianto
VIVA Jakarta — Langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menempatkan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun di bank mitra dinilai tak melanggar konstitusi. Sebelumnya, ekonom INDEF Prof Didik J Rachbini yang mengkritisi kebijakan Menkeu Purbaya.
Ekonom NEXT Indonesia Center, Herry Gunawan menilai tak ada masalah dengan penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun di bank umum. Dia berbeda pandangan dengan Prof Didik.
“Menurut saya, penempatan dana pemerintah Rp200 triliun di bank umum dianggap melanggar konstitusi itu tidak tepat. Tampaknya ada kekeliruan tentang mekanisme pengelolaan kas negara,” kata Herry, Selasa, 16 September 2025.
Dijelaskan Herry, dalam UUD 1945 dan UU Bendahara Negara 2004 tak membahas secara khusus tentang saldo anggaran lebih (SAL) seperti yang dipersoalkan. Menurut dia, penggunaan dana SAL diatur lebih lanjut oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Ilustrasi Ekonomi Jakarta
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
Dia menturkan berdasarkan PMK Nomor 147 Tahun 2021 dan PMK Nomor 44 Tahun 2024, penempatan SAL di bank adalah sah. Meskipun, kata dia, hal itu bukan rekening operasional penerimaan dan pengeluaran.
“Dalam regulasi tersebut, syarat penempatan kas negara ada tiga, mudah dicairkan, minim risiko, dan dicatat. Dana Rp200 trliliun itu sudah memenuhi syarat-syarat tersebut," jelas Herry.
"Bahkan aspek transparansinya juga sudah dipenuhi, karena publik perlu tahu,” lanjut Herry.
Herry menepis argument Prof Didik soal penempatan dana di bank harus melalui proses legislasi seperti APBN. Dia bilang, penempatan kas bukanlah belanja negara.
Ia menyampaikan, belanja adalah pengeluaran yang mengurangi kas negara secara permanen seperti gaji pegawai, belanja modal, subsidi, dan wajib melalui persetujuan DPR.
Adapun penempatan dana hanya memindahkan lokasi penyimpanan kas pemerintah dari Bank Indonesia ke bank umum (Himbara).
“Menganggap penempatan kas sama dengan belanja sama saja dengan menyamakan seseorang yang memindahkan tabungan dari Bank A ke Bank B demi bunga lebih tinggi, dengan seseorang yang menghabiskan uangnya untuk belanja barang. Secara akuntansi dan hukum, keduanya berbeda jauh,” ujarnya.
Kemudian, Herry juga tak sependapat dengan anggapan langkah Menkeu Purbaya yang bersifat spontan. Dia menilai jumlah saldo kas pemerintah per akhir Agustus 2025 sudah berjumlah lebih dari Rp425 triliun.
Ia menekankan jumlah itu juga melebihi batas aman kas negara.
Herry mengatakan dengan penempatan dana di bank umum, justru sebagai bentuk manajemen kas yang prudent. Menurut dia, dengan kebijakan itu maka akan menghasilkan manfaat seperti menambah bunga sebagai PNBP. Selain itu, bisa menambah likuiditas perbankan untuk menyalurkan kredit produktif ke sektor prioritas.
“Kalau ada kekhawatiran bahwa kebijakan ini akan menjadi preseden pelemahan institusi juga kurang tepat,” ujarnya.
Pun, ia menambahkan, kebijakan itu juga bisa perkuat peran Bendahara Umum Negara dalam mengelola kas. Hal itu sesuai praktik treasury management di negara modern.
Ia menuturkan, dana yang ditempatkan di bank umum juga tetap tercatat sebagai kas negara di Rekening Kas Umum Negara (RKUN), dan bisa ditarik lagi kapanpun.
“Tidak ada satu rupiah pun yang ‘hilang’ dari kas negara. Jadi, penempatan kas di bank umum adalah kebijakan manajemen kas yang sah, transparan, dan propertumbuhan, bukan belanja baru yang memerlukan revisi UU,” tutur Herry.