Dilema Gula Petani: Produksi Tinggi, Pasar Sepi, Pendapatan Tertekan

Petani tebu
Sumber :
  • Istimewa

VIVA Jakarta Musim giling tebu 2025 mesti jadi perhatian khusus bagi seluruh pemangku kepentingan industri pergulaan nasional. Meski proses giling masih berlangsung, hasil produksi gula kristal putih (GKP) dan tetas milik petani masih menumpuk.

PDC Resmikan Rumah Produksi Tempe Dukung Kemandirian Pesantren

Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Sunardi Edy Sukamto menjelaskan meski produksi meningkat dan sudah mendekati target swasembada gula konsumsi, penyerapan pasar masih lemah.

Menurut dia, kondisi itu dipicu oleh adanya rembesan gula rafinasi yang langsung dijual ke pasar konsumsi. Ia menekankan hal itu memicu gula hasil giling petani sulit terserap.

DPR Sebut Koperasi Merah Putih Jadi Momentum Lahirnya Peradaban Baru Ekonomi

Kata Edy Sukamto, hampir setiap lelang gula petani sepi penawaran. Hal itu mengakibatkan ketidakpastian harga dan pendapatan.

Edy Sukamto mengatakan sejumlah langkah strategis sudah dilakukan dengan dukungan pemerintah dan swasta. Salah satunya PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) melakukan juga serta penyerapan pada petani.

Peran Polri dalam Mewujudkan Swasembada Jagung Nasional Tuai Respons Positif

{{ photo_id=1459 }}

Pun, ia menambahkan Pemerintah melalui Danantara menggelontarkan anggaran sebesar Rp1,5 triliun. Alokasi anggaran yaitu Rp900 miliar untuk gula petani di bawah PT SGN (62.141 ton). Sejauh ini sudah terealisasi 21.500 ton.

"PT. PIR (GULAVIT) melakukan penyerapan gula petani secara konsisten, sebagaimana yang dilakukan seperti tahun-tahun sebelumnya," kata Edy Sukamto, dalam keterangannya dikutip pada Sabtu, 20 September 2025.

Dia menambahkan hal itu termasuk para pedagang yang turut melakukan penyerapan melalui lelang rutin di Jawa Timur.

Lebih lanjut, dia mewakili APTRI menyampaikan apresiasi besar atas penyerapan gula petani yang telah dilakukan.

Kemudian, Edy Sukamto menambahkan agar pemerintah serius mengawal hilirisasi gula dan tetes sebagai bagian vital program percepatan swasembada gula nasional. Dia pun menyoroti lambannya realisasi serapan oleh ID Food yang membuat pedagang enggan menyerap sisa produksi petani.

Kesepakatan di Bapanas Jakarta jelas, serapan 83.000 ton tahap pertama oleh ID Food dan pedagang harus tuntas. Setelah itu, sisa produksi berikutnya sepenuhnya diambil pedagang," lanjut Edy Sukamto.

Dia mengingatkan jika ID FOOD tidak segera menuntaskan kuota Rp900 miliar untuk petani tebu di bawah PT SGN dalam pekan ini, maka swasembada hanya akan menjadi mimpi.

Edy Sukamto menambahkan selain gula, penderitaan petani juga saat ini semakin berat akibat anjloknya harga tetes. Dampak dari pembebasan bea masuk impor molases membuat harga tetes jatuh dari Rp2.700–3.000/kg pada 2024, kini hanya Rp900–1.200/kg.

"Kondisi ini menekan pendapatan petani secara signifikan," tuturnya

Edy Sukamto menekankan bahwa APTRI menaruh harapan agar industri pergulaan nasional menjadi lebih baik.

Sehingga persoalan-persoalan seperti ini tidak terjadi lagi di kemudian hari, dan petani memiliki kepastian dan semakin bergairah menanam tebu di musim berikutnya,” jelas Edy Sukamto.

Pun, Edy Sukamto kembali menyampaikan apresiasi kepada pihak yang sudah melakukan penyerapan gula petani khususnya pada pemerintah melalui Danantara, PT SGN, Gulavit dan pedagang yang berada di Jawa Timur.

"Sehingga kontribusi ini bisa terus membantu keberlangsungan bersama,” tutur Edy Sukamto.