MA dan KY Diminta Awasi Banding Sengketa Bisnis Waralaba di PT Tanjungkarang
- Istimewa
VIVA Jakarta – Kasus sengketa hukum proyek pembangunan franchise Resto Bebek Tepi Sawah di Bandar Lampung kembali memanas. Setelah sebelumnya gugatan wanprestasi dalam perkara perdata Nomor 167/Pdt.G/2025/PN Tjk yang diajukan CV Hasta Karya Nusapala dan PT Mitra Setia Kirana resmi ditolak Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang, kini perkara ini memasuki babak banding.
Gugatan itu dilayangkan oleh Andy Mulya Halim, Titin, dan Sellavina — tiga nama yang kini disebut kuasa hukum tergugat sebagai bagian dari skema dugaan penipuan proyek fiktif. Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Firman Khadafi bersama dua hakim anggota, Hendro Wicaksono dan Alfarobi, majelis menilai gugatan tersebut tidak berdasar.
“Sudah sangat jelas bahwa ini bukan perkara utang-piutang biasa. Ini adalah dugaan modus penipuan yang luar biasa terorganisir,” tegas kuasa hukum Tedy Agustiansjah, Natalia Rusli.
Natalia menuding gugatan itu merupakan bagian dari skenario perebutan paksa tanah dan rumah milik kliennya, menggunakan dokumen Rencana Anggaran Biaya (RAB) palsu. “Drama keluarga Titin ini harus dihentikan. Terlalu banyak kebohongan yang dipertontonkan di pengadilan,” ujarnya.
Yang menarik, penggugat justru mengakui bahwa kerugian proyek menjadi tanggung jawab Komisaris Utama dan Komisaris PT Mitra Setia Kirana, yakni Titin dan Sellavina — mertua dan istri Andy, yang juga pemilik CV Hasta Karya Nusapala.
Meski kalah di tingkat pertama, pihak penggugat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tanjungkarang, terdaftar dengan Nomor 61/PDT/2025/PT TJK. Sidang banding akan dipimpin Hakim Ketua Ekova Rahayu Avianti, didampingi hakim anggota Mahfudin dan Judika Martine Hutagalung, serta Panitera Pengganti Bambang Hadi.
Langkah Pengawasan Ketat
Menjelang sidang banding, Natalia melaporkan perkara ini ke Mahkamah Agung (nomor K5MNG202507247X, 24 Juli 2025), Komisi Yudisial (KY), dan Badan Pengawas (Bawas). Ia mengantisipasi potensi permainan oknum hukum dan berharap majelis hakim cermat memeriksa berkas banding. Laporan ke KY teregister dengan nomor 580/KY/VII/2025/LM/E.
Tidak hanya itu, Natalia mengungkap pihaknya telah melaporkan Titin, Andy, Sellavina, dan kontraktor Hadi Wahyudi melalui sejumlah laporan polisi di berbagai daerah:
- Polda Metro Jaya: LP/B/50/I/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA – 3 Januari 2025
- Polres Metro Jakarta Utara: LP/B/24/I/2025/SPKT/POLRES METRO JAKUT – 4 Januari 2025
- Polres Gianyar, Bali: LP/B/III/2025/SPKT/POLRES GIANYAR – 14 April 2025
- Polres Bandar Lampung: LP/B/350/III/2025/SPKT/POLRES BANDAR LAMPUNG – 7 Maret 2025
Proyek Gagal atau Penjarahan Berkedok Hukum?
Kasus bermula dari proyek pengembangan cabang Bebek Tepi Sawah yang digagas Titin bersama menantunya, Andy. Mereka mengajak Tedy Agustiansjah berinvestasi. Namun proyek mangkrak, dana Rp16 miliar lenyap, dan tanah Tedy senilai Rp48 miliar terancam disita.
Ironisnya, kontraktor proyek yang menggugat Tedy, CV Hasta Karya Nusapala, ternyata milik Andy sendiri. Kuasa hukum Tedy lainnya, Farlin Marta, menyebut ini sebagai jebakan hukum yang disusun rapi.
“Ini bukan bisnis yang gagal. Ini adalah perampokan yang dikemas dengan topeng legalitas,” tegas Farlin.
Sidang banding dijadwalkan dalam waktu dekat. Natalia menyebut momen ini sebagai ujian penting bagi wajah hukum Indonesia. “Jika hukum bisa ditegakkan dengan jujur, maka publik masih punya harapan terhadap sistem peradilan kita,” tutupnya.