Jadi Negara Maju, Sekjen Gelora Bilang Indonesia Harus Lupakan Trauma Politik Masa Lalu

Mahfuz Sidik, Sekjen Partai Gelora
Sumber :
  • Partai Gelora

VIVA Jakarta – Menurut Sekretaris Jenderal, Sekjen Partai Gelora (Gelombang Rakyat Indonesia), Mahfuz Sidik, untuk menjadi negara maju maka Indonesia harus bisa melupakan trauma politik sejarah masa lalu. Alasannya, itu yang dilakukan oleh China, bahkan termasuk Rusia, saat ini.

Amnesti dan Abolisi untuk Hasto dan Tom Lembong, Ikhtiar Menyatukan Bangsa Besar dari Perpecahan?

 

Itu disampaikan Mahfuz Sidik saat menjadi narsumber dalam diskusi Indonesian Anti Fraud Center (IAFC) dan Partai Gelora bertajuk 'Kebangkitan Tiongkok sebagai Kekuatan Global:  Implikasi Strategis dan Tantangan Indonesia' yang digelar secara daring, Senin (11/8/2025) malam.

Fahri Hamzah Bilang Amnesti untuk Hasto dan Abolisi Tom Lembong jadi Kabar Gembira yang Mengharukan

 

"Kalau kita ingin maju sekarang, sebagaimana ide dari dan semangat Presiden Prabowo, kita harus bisa melepaskan diri dari trauma politik masa lalu agar kita tidak masuk dalam jebakan politik terus," kata Mahfuz Sidik, dalam keterangannya yang diterima VIVA Jakarta, Selasa 12 Agustus 2025.

PLTN Butuh SDM Andal, Indonesia Disarankan Belajar ke Negara Maju

 

Mahfuz mencontohkan seperti China atau Tiongkok. China yang dulu, berbeda dengan yang sekarang. Begitupun dengan Rusia, yang menurutnya saat ini negara itu bisa melepaskan diri dari bayang-bayang Uni Soviet.

 

"China bisa mengeliminaasi trauma politik sejarah mereka berhasil menghilangkan stigma negatif dengan keberaniannya untuk membuka diri dan isolasi kepada dunia yang selama ini menutup diri dari luar," katanya.

 

Dengan begitu, tak heran dalam 25 tahun terakhiri ini menurut Mahfuz, China menjelma menjadi negara modern dan kuat. Bahkan menjadi salah satu negara dengan kekuatan ekonomi baru, kekuatan politik dan teknologi baru dunia.

 

"Selama 25 tahun, tiba-tiba terjadi kemajuan ekonomi yang sangat ajaib bagi China. China berhasil bangkit dengan membangun kesadaran hidup kolektif. Cita-cita kolektif mereka, kemudian menjadi konsolidasi kolektif dan menjadikannya sebagau negara superpower," ujarnya.

 

Lebih lanjut, politisi yang pernah menjadi Ketua Komisi I DPR periode 2010-2017 ini menilai Indonesia punya modal sama seperti China. Antara lain catatan sejarah yang panjang dan menjadi tonggak peradaban di dunia. 

 

"China merdeka tahun 1949, sementara Indonesia 1945. Bisa jadi China ini banyak belajar dari Bung Karno (Soekarno). Terlepas dari hal itu, China berhasil menjadikan kekuatan politik dan kekuasaan politiknya solid. Sehingga ketika berganti kepemimpinan, cita-citanya terus didukung secara berkesinambungan," jelasnya.

 

Hal tersebut juga perlu dilakukan Indonesia agar cita-cita atau mimpi menjadikan Indonesia superpower baru bisa dilanjutkan pemerintahan selanjutnya, tidak berhentikan pada momen 5 tahunan.

 

Artinya, Indonesia tidak perlu secara terus menerus membiarkan masuk dalam jebakan politik, sehingga negara menjadi tidak aman dan pembangunan tidak berjalan maksimal.

 

"Jadi yang kita perlukan sekarang baru, adalah kesadaran baru di elite politik kita agar menciptakan perdamaian secara politik, sehingga tidak mengganggu pembangunan," katanya.

 

Yang perlu dicontoh juga dari China, adalah proses pembelajaran sitemik. Kata Mahfuz, para elit politik yang menguasai, harus menjadi murid dan mendengar dosen-dosen yang disiapkan oleh pemerintahnya.

 

"Mereka juga mengirim banyak orang ke luar negeri. Hasilnya bisa kita lihat sekarang, China berhasil melakukan lompatan besar ke depan. Dan saya kira Pak Prabowo sekarang, memiliki leadership secara domestik dan global bisa mengubah Indonesia menjadi negara maju melalui berbagai terobosannya," tegas Mahfuz.

 

Duta Besar Indonesia untuk Tiongkok 2005-2009 Mayor Jenderal TNI (Purn) J Sudrajat mengatakan, China berhasil mengubah haluannnya dalam kurun waktun 20-30 tahun dengan melakukan reformasi negaranya.

 

"China sekarang menjadi kapal besar, lokomotif dunia. Mereka bisa bangkit, karena berhasil menciptakan stabilitas politik di negaranya," kata Sudrajat. 

 

Sehingga China bisa fokus melakukan pembangunan nasionalnya, dalam jangka pendek, menengah dan panjang. 

 

"Tahun 80-an China sudah mengirimkan siswanya ke luar negeri hampir 350 ribu orang. China sadar betul, bahwa pendidikan menjadi dasar dan modal pembangunan nasional mereka," katanya.

 

Sementara mantan Duta Besar Indonesia untuk Fiji periode 2002-2005 Albert Matondang menambahkan, China melakukan reformasi besar-besaran dan mengirimkan pelajarnya untuk belajar di Eropa dan Amerika Serikat.

 

"China sekarang melakukan kemajuan luar biasa dan bisa membangun sekolah-sekolah dan universitas-universitas unggulan. Saya kira hubungan kita dengan China perlu ditingkatkan, tetapi perlu diseimbangkan hubungan kita dengan Korea Selatan dan Jepang," kata Albert.