Gugatan CMNP ke Hary Tanoe Terkait NCD 1999 Disidang di PN Jakarta Pusat
- Dok. Istimewa
“Kami menduga nilai aset yang ada saat ini belum cukup untuk membayar kerugian, sehingga kami sedang melakukan inventarisasi aset lainnya,” ungkap Primaditya.
Kasus ini tak hanya dibawa ke ranah perdata. Pada 5 Maret 2025, CMNP melaporkan dugaan tindak pidana terkait NCD tersebut ke Polda Metro Jaya.
Laporan itu memuat dugaan pembuatan atau penggunaan surat palsu, serta tindak pidana pencucian uang (TPPU), dengan calon tersangka Hary Tanoe dan kemungkinan pihak lain. Saat ini laporan masih dalam proses penyidikan.
Dalam petitumnya, CMNP meminta pengadilan mengesahkan penyitaan aset milik para tergugat sebagai jaminan. Mereka menegaskan, gugatan ini diajukan demi kepastian hukum atas transaksi tukar menukar surat berharga yang dilakukan pada 1999.
Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, kasus bermula saat Hary Tanoe menawarkan NCD miliknya yang diterbitkan Unibank senilai US$28 juta, untuk ditukar dengan MTN (Medium Term Note) senilai Rp163,5 miliar dan obligasi tahap II senilai Rp189 miliar milik CMNP. Kesepakatan dicapai pada 12 Mei 1999, dan pertukaran dokumen dilakukan pada 18 Mei 1999.
Namun, masalah muncul ketika NCD yang dijanjikan ternyata tidak bisa dicairkan pada 22 Agustus 2002, jauh sebelum jatuh tempo pada 2022. Apalagi, bank penerbit NCD, Unibank, sudah berstatus Bank Beku Kegiatan Usaha sejak Oktober 2001. CMNP menduga Hary Tanoe mengetahui bahwa penerbitan NCD tersebut bermasalah, bahkan tidak sesuai ketentuan Bank Indonesia.
Dugaan itu menguat karena NCD diterbitkan dalam mata uang dolar AS dan memiliki jatuh tempo lebih dari dua tahun, yang bertentangan dengan Surat Edaran BI Nomor 21/27/UPG tanggal 27 Oktober 1988. Akibatnya, CMNP mengklaim menderita kerugian raksasa yang kini berujung pada gugatan hukum senilai total Rp119 triliun.