Masalah Kemiskinan hingga Stunting Bisa Diselesaikan dengan Literasi, Begini Penjelasannya
- Dok. Perpusnas
VIVA Jakarta – Angka kemiskinan hingga stunting yang tinggi di Indonesia sejatinya dapat diselesaikan dengan literasi. Demikian disampaikan Deputi Bidang Pengembangan Perpustakaan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas), Adin Bondar, dalam Forum Perpustakaan Khusus yang berlangsung di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta, pada Rabu, 10 September 2025.
Dalam forum yang mengusung tema Peran Literasi Informasi untuk Meningkatkan Kinerja Pustakawan dalam Layanan Publik tersebut, Adin merujuk definisi UNESCO.
Ia menegaskan, literasi tentu tidak hanya sebatas kemampuan membaca, menulis, dan kemampuan dasar lainnya, melainkan juga kemampuan untuk mengidentifikasi, memahami, dan menafsirkan informasi.
“Literasi dapat dimanfaatkan untuk membangun kualitas hidup masyarakat. Mereka yang cakap akan literasi pasti memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi sehingga memiliki kemampuan untuk menilai dan mencipta. Semakin tinggi kecakapan literasi seseorang maka tingkat kesejahteraannya pun semakin tinggi,” jelasnya dikutip dalam keterangannya, Rabu, 10 September 2025.
Adin menambahkan, perpustakaan dan pustakawan harus mampu memberikan informasi terapan yang bisa dipraktikan oleh masyarakat, karena hal itu merupakan bagian dari hak masyarakat memperoleh informasi. Ia menekankan pentingnya kolaborasi dalam membangun budaya kecakapan literasi.
“Layaknya slogan Perpusnas yaitu Perpustakaan Hadir Demi Martabat Bangsa, Perpunas melakukan inovasi-inovasi seperti perpustakaan keliling, hibah Bahan Bacaan Bermutu ke 10.000 lokus di Indonesia, Pojok Baca Digital (Pocadi), program Gerakan Indonesia Membaca, Relawan Literasi Masyarakat (Relima), dan KKN Tematik Literasi,” urainya.
Senada dengan itu, Kepala Balai Besar Perpustakaan dan Literasi Pertanian, Eko Nugroho Dharmo Putro sepakat bahwa koordinasi dan kolaborasi bersama sangat diperlukan.
Eko mengatakan bahwa Kementerian Pertanian juga memiliki program yang sama untuk mengentaskan kemiskinan, kemudian menyejahterakan masyarakat.
“Untuk mencapai target Swasembada Pangan, kami dari Balai Besar Perpustakaan dan Literasi Pertanian yang berada di Bogor, semuanya bergerak di lapangan memberikan literasi kepada para penyuluh dan petani untuk memberikan bekal ilmu pengetahuan dalam menjalankan kegiatan di lapangan,” ungkapnya.
Menurut Eko, literasi yang kuat adalah literasi yang efektif dan efisien. Dalam rangka mewujudkannya, ada beberapa hal yang diperhatikan diantaranya penentuan materi literasi, target kelompok (segmentasi), metode dan media literasi, serta evaluasi keberhasilan.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Perpustakaan dan Penerbitan Universitas Pelita Harapan, Dhama Gustiar Baskoro menegaskan literasi informasi menjadi strategi meningkatkan kredibilitas dan akuntabilitas perpustakaan khusus. Selain itu, juga dapat dimanfaatkan sebagai dasar pembuatan kebijakan dan layanan literasi publik.
“Pasca Perpres 78 Tahun 2021, perpustakaan khusus mengalami transisi peran yakni pertama, peran riset menjadi peran dukungan kebijakan dan layanan informasi publik. Kedua, literasi informasi yang bersifat individual bertransisi menjadi preservasi kecerdasan komunal dalam bentuk manajemen pengetahuan. Ketiga, koleksi cetak berubah menjadi koleksi digital secara massif serta sebagai perubahan konsep perpustakaan menjadi Clearing House,” paparnya.
Sementara itu, Pustakawan Kementerian Kesehatan, Jeni Helen Chronika, menyampaikan bahwa penguatan literasi informasi di Perpustakaan Kemenkes berdampak nyata.
“Angka kunjungan meningkat, koleksi lebih banyak dimanfaatkan, jenis layanan bertambah, perpustakaan terlibat dalam kegiatan strategis organisasi, dan jumlah paket informasi meningkat,” jelasnya.
“Penguatan literasi informasi terbukti meningkatkan mutu layanan perpustakaan. Pustakawan kini bukan hanya pengelola koleksi, tetapi juga fasilitator informasi dan dukungan kebijakan. Pelatihan berkelanjutan menjadi kunci transformasi perpustakaan menjadi pusat pengetahuan strategis,” tuturnya.