KPK Tahan 4 dari 21 Tersangka Suap Dana Hibah Pemprov Jatim
- VIVA Jakarta/Edwin Firdaus
VIVA Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan 21 orang tersangka dugaan korupsi pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (Pokmas) dari APBD Provinsi Jawa Timur tahun Anggaran 2021-2022.
Dari 21 tersangka tersebut, empat orang di antaranya langsung ditahan penyidik usai menjalani pemeriksaan. Mereka yakni Anggota DPRD Jatim periode 2024-2029 atau pihak swasta dari Kabupaten Gresik, Hasanuddin; pihak swasta dari Kabupaten Blitar, Jodi Pradana Putra; mantan Kepala Desa dari Kabupaten Tulungagung, Sukar; dan pihak swasta dari Tulungagung, Wawan Kristiawan. Keempatnya diduga klaster pemberi suap.
Sebenarnya, satu tersangka lain atas nama A Royan juga dipanggil pada hari ini, namun dia berdalih kondisi kesehatan, sehingga minta penjadwalan ulang.
"Terhadap keempat tersangka tersebut dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Kamis malam, 2 Oktober 2025.
Perkara ini merupakan pengembangan dari kegiatan tangkap tangan pada Desember 2022, terhadap Sahat Tua P. Simanjuntak, Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur (Jatim) periode 2019-2024. Setelah dilakukan serangkaian kegiatan penyelidikan dan penyidikan, serta berdasarkan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan 21 orang sebagai tersangka.
Para tersangka yang ditahan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun empat tersangka yang diduga penerima suap, lanjut Asep, yakni mantan Ketua DPRD Jatim Kusnadi; Wakil Ketua DPRD Jatim (sekarang Anggota DPR RI) Anwar Sadad dan Achmad Iskandar; serta Staf Anwar Sadad yang bernama Bagus Wahyudiono.
Sedangkan 17 tersangka lain diduga pemberi suap yakni Anggota DPRD Jatim 2019-2024 Mahud; Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Sampang 2019-2024 Fauzan Adima; Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Probolinggo 2019-2024 Jon Junaidi; pihak swasta dari Kabupaten Sampang atas nama Ahmad Heriyadi, Ahmad Affandy, dan Abdul Motollib.
Kemudian pihak swasta di Kabupaten Probolinggo yang saat ini menjadi anggota DPRD Jatim 2024-2029 Moch Mahrus; pihak swasta dari Tulungagung atas nama A. Royan dan Wawan Kristiawan; mantan Kepala Desa dari Kabupaten Tulungagung Sukar; pihak swasta dari Kabupaten Bangkalan atas nama Ra Wahid Ruslan dan Mashudi.
Lalu, pihak swasta dari Kabupaten Pasuruan atas nama M. Fathullah dan Achmad Yahya; pihak swasta dari Kabupaten Sumenep atas nama Ahmad Jailani; pihak swasta dari Kabupaten Gresik yang sekarang menjadi Anggota DPRD Jatim 2024-2029 Hasanuddin; pihak swasta dari Kabupaten Blitar atas nama Jodi Pradana Putra.
Asep menjelaskan, dugaan praktik korupsi dana hibah pokok pikiran (pokir) di Jawa Timur ini bermula dari adanya indikasi pertemuan antara pimpinan DPRD Jawa Timur bersama seluruh fraksi untuk membahas pembagian jatah hibah pokir. Pertemuan tersebut disebut-sebut menjadi dasar penentuan besaran jatah bagi masing-masing anggota DPRD periode 2019–2022.
Skema pengaturan inilah yang kemudian membuka peluang terjadinya penyimpangan dalam penyaluran dana hibah yang seharusnya ditujukan bagi kepentingan masyarakat. KPK menyebut, Ketua DPRD Jawa Timur Kusnadi tercatat menerima jatah dana hibah pokir dengan total mencapai Rp 398,7 miliar selama empat tahun anggaran.
"Rinciannya yakni sebesar Rp 54,6 miliar pada 2019, Rp 84,4 miliar pada 2020, Rp 124,5 miliar pada 2021, dan Rp 135,2 miliar pada 2022," kata Asep.
Angka fantastis tersebut diduga kemudian menjadi sumber utama dalam skema distribusi dana hibah yang tidak transparan.
Selanjutnya, dana hibah yang dikuasai oleh Kusnadi tidak langsung disalurkan ke masyarakat penerima manfaat, melainkan didistribusikan melalui sejumlah koordinator lapangan (Korlap). Di antaranya, Hasanuddin dipercaya sebagai Korlap untuk enam wilayah, yaitu Kabupaten Gresik, Bojonegoro, Trenggalek, Pasuruan, Malang, dan Pacitan.
Sedangkan Jodi Pradana Putra mengkondisikan dana Pokmas di tiga daerah, yakni Kabupaten Blitar, Kota Blitar, dan Kabupaten Tulungagung.
Kemudian, Sukar yang bekerja sama dengan Wawan Kristiawan dan A. Royan sebagai Korlap di Kabupaten Tulungagung. Mereka bertugas mengelola alokasi dana Pokmas sesuai arahan, termasuk mengatur penyaluran maupun pelaksanaan program di daerah yang ditentukan.
Dalam praktiknya, para Korlap tersebut tidak hanya berperan sebagai penyalur, melainkan juga membuat dokumen administratif secara penuh. Mereka yang menyusun proposal permohonan dana hibah, menentukan jenis pekerjaan yang diajukan, menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB), hingga menyiapkan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ).
Dari hasil penyaluran dana hibah pokir itu, muncul kesepakatan pembagian fee yang dinikmati oleh para pihak yang terlibat. Kusnadi diduga selaku penerima jatah utama diduga memperoleh bagian sebesar 15-20 persen.
"Para Korlap mendapatkan porsi sekitar 5-10 persen, sementara pengurus kelompok masyarakat (Pokmas) penerima hibah kebagian sekitar 2,5 persen. Tidak berhenti di situ, admin pembuat proposal dan LPJ juga mendapatkan bagian sekitar 2,5 persen," kata Asep.
Skansal itu akhirnya berdampak pada semakin kecilnya jumlah dana hibah yang benar-benar sampai untuk program masyarakat.
Berdasarkan perhitungan, dana yang digunakan sesuai tujuan hanya sekitar 55–70 persen dari anggaran awal.