Kebijakan Tambang vs Ekowisata, DPR RI Hingga Guru Besar IPB Kritik Pemerintah

Raja Ampat
Sumber :
  • Dok. Istimewa

VIVA Jakarta – Rencana tambang di Raja Ampat kembali jadi sorotan publik. Setelah sempat memicu penolakan luas, aktivitas pertambangan di kawasan konservasi itu dikabarkan kembali berjalan. 

Legislator PDIP Desak Evaluasi Total Aktivitas Tambang Nikel di Raja Ampat

Keputusan pemerintah ini menuai kritik karena dianggap lebih mengutamakan ekonomi ekstraktif ketimbang menjaga ekosistem dan potensi ekowisata Indonesia.

Anggota Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, menegaskan bahwa pemerintah seharusnya menjadikan perlindungan alam Raja Ampat sebagai prioritas.

Aher Terima Aduan Wali Kota Subulussalam, Persoalan Agraria Akan Segera Ditindaklanjuti DPR

“Intinya, kita ingin kelestarian ekosistem Raja Ampat ini tetap terjaga karena hal itu menjadi tulang punggung pengembangan pariwisata berkelanjutan. Oleh karenanya, kita menghendaki izin tambang yang diberikan dievaluasi total,” kata Evita kepada wartawan, dikutip Selasa, 30 September 2025

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari fraksi PDIP Evita Nursanty

Photo :
  • VIVA.co.id
DPR Dukung Kemenag Percepat Pembentukan Ditjen Pesantren

Senada dengan itu, Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia menyatakan bahwa ketergantungan pemerintah Indonesia terkait industri ekstraktif pada akhirnya menunjukkan bagaimana miskinnya imajinasi pemerintahan Prabowo dalam membangun ekonomi Indonesia.

"Seakan tidak ada jalan lain, pemerintah terus bergantung pada industri ekstraktif, padahal ini hanya menunjukkan miskinnya imajinasi pemerintahan Prabowo dalam membangun ekonomi Indonesia yang adil dan berkelanjutan. Ini adalah bentuk pengkhianatan pemerintah terhadap komitmen iklim Indonesia, sekaligus memperdalam krisis ekologis yang sudah mengancam negeri ini,” ujar Arie Rompas, Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia.

Pandangan kritis juga datang dari akademisi. Guru Besar IPB, Ricky Avenzora, menyayangkan arah kebijakan pemerintah yang masih menomorsatukan eksploitasi sumber daya alam dibanding ekowisata.

“Kita memiliki ratusan gunung berapi, garis pantai yang panjang, satwa endemik seperti gajah, harimau, dan badak, serta ribuan spesies burung. Semua ini adalah potensi besar, tetapi yang muncul justru konflik antara satwa liar dan manusia,” ungkap Ricky.

Ia menegaskan bahwa pariwisata semestinya dimaknai lebih mendalam.

“Rekreasi dan pariwisata tidak boleh hanya dimaknai sebagai kebebasan perjalanan. Harus diubah menjadi perjalanan berkesadaran ilahiah untuk mencari jati diri sekaligus memberi manfaat bagi semesta. Itulah yang disebut ekowisata,” katanya.

Ricky juga menyinggung kebijakan pemerintah yang menutup puluhan lokasi wisata di kawasan Puncak, Bogor. Menurutnya, tindakan itu justru menunjukkan sikap berlebihan.

“Perihal Puncak, kebijakan Menteri Lingkungan Hidup saya kategorikan salah satu bentuk individual over acting dan juga bentuk abuse of power karena terlihat grasak grusuk untuk cawe-cawe secara tidak bijaksana,” tegasnya.