KPK Ungkap Ada Keterlibatan Eks Ketua Komisi IV DPR di Korupsi X-Ray Kementan
- Edwin Firdaus
VIVA, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut terdapat peran mantan Ketua Komisi IV DPR RI yang membidangi pertanian dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin sinar-x atau x-ray di Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian tahun anggaran 2021.
Hal itu pun terkonfirmasi oleh Direktur Penyidikan sekaligus Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat dikonfirmasi awak media, dikutip Senin, 4 Agustus 2025.
"Clue-nya betul, cuma belum bisa kami sampaikan," ujar Asep Guntur.
Asep menerangkan pernyataan tersebut untuk menjawab pertanyaan mengenai adanya penunjukan perusahaan mesin sinar-x oleh mantan Ketua Komisi IV DPR RI yang pada saat waktu perkara mengirimkan surat kepada mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL).
"Nah, ini sudah masuk ke pokok perkara. Sudah masuk ke apa yang menjadi pokok perkara," tegasnya.
Diketahui, Barantan Kementan, kini Badan Karantina Indonesia (Barantin) telah melakukan belanja modal pengadaan X-Ray kontainer, X-Ray statis, dan Mobile X-Ray pada tahun 2021.
Pengadaan X-Ray Kontainer dimenangkan oleh PT Mitra Karya Seindo dengan nilai Rp. 98,6 milyar, sementara pengadaan X-Ray Statis dan Mobile dimenangkan oleh PT Rajawali Nusindo dengan nilai kontrak Rp. 95,6 milyar. Khusus untuk pengadaan X-Ray kontainer ini, spesifikasi menggunakan Merek SMITHS HCVM XT.
Belakangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap bahwa perencanaan pengadaan X-Ray senilai Rp 194,3 miliar pada Barantan ini belum sesuai ketentuan. Informasi diperoleh juga menyebutkan bahwa yang baik pengadaan X Ray Kontainer maupun Mobile X-Ray saat ini sedang mangkrak lantaran tidak dapat digunakan.
KPK memulai atau melaksanakan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi untuk pengadaan xray statis, mobile xray, dan xray trailer atau kontainer pada Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian tahun anggaran 2021 per 12 Agustus 2024.
KPK mengungkapkan telah menetapkan tersangka dalam kasus tersebut, tetapi belum dapat menyampaikan identitasnya. KPK juga menyatakan telah mencegah enam warga negara Indonesia berinisial WH, IP, MB, SUD, CS, dan RF, untuk bepergian ke luar negeri.
Kemudian pada 10 September 2024, KPK mengumumkan kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut mencapai Rp82 miliar.