KPK Tetapkan Bupati Kolaka Timur Tersangka Korupsi Proyek RSUD
- VIVA Jakarta/Edwin Firdaus
VIVA Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kolaka Timur Abdul Azis sebagai tersangka suap terkait pembangunan rumah sakit umum daerah (RSUD) di Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.
Selain itu, penyidik lembaga antirasuah juga menetapkan empat tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Andi Lukman Hakim selaku PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD, Ageng Demanto selaku PPK proyek, serta dua pihak swasta dari PT Pilar Cerdas Putra (PCP) bernama Deddy Karnady dan Arif Rahman.
"KPK menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan lima orang sebagai tersangka," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu dinihari, 9 Agustus 2025.
Asep menerangkan, penetapan tersangka ini setelah KPK menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) di tiga lokasi berbeda pada 7-8 Agustus 2025. Dari OTT tersebut, KPK mengamankan 12 orang.
KPK langsung melakukan penahanan untuk 20 hari pertama, terhitung sejak hari ini sampai dengan 27 Agustus 2025, di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK Gedung Merah Putih.
Asep menjelaskan kasus ini bermula pada Desember 2024, diduga terjadi pertemuan antara pihak Kemenkes dengan lima konsultan perencana untuk membahas Basic Design RSUD yang didanai oleh dana alokasi khusus (DAK).
Selanjutnya, pihak Kemenkes membagi pekerjaan pembuatan Basic Design 12 RSUD ke para rekanan, dengan cara penunjukkan langsung di masing-masing daerah.
Sementara, basic design proyek pembangunan RSUD Kabupaten Kolaka Timur dikerjakan oleh Nugroho Budiharto dari PT Patroon Arsindo. Kemudian, pada Januari 2025 terjadi pertemuan antara pejabat Pemkab Kolaka Timur dengan pihak Kemenkes untuk membahas pengaturan lelang pembangunan rumah sakit tipe C di Kolaka Timur.
"Diduga saudara AGD (Ageng Dermanto) juga memberikan sejumlah uang kepada saudara ALH (Andi Lukman Hakim)," kata Asep.
Abdul Azis bersama Gusti Putu Artana selaku Kepala Bagian PBJ Pemkab Kolaka Timur, Danny Adirekson selaku Kasubbag TU Pemkab Kolaka Timur dan Nasri selaku Kepala Dinas Kesehatan Kolaka Timur menuju ke Jakarta.
"Diduga untuk melakukan pengkondisian agar PT. PCP memenangkan lelang Pembangunan RSUD Kelas C Kabupaten Kolaka Timur, yang telah diumumkan pada website LPSE Kolaka Timur," kata Asep.
Pada Maret 2025, Ageng Dermanto melakukan penandatanganan kontrak dengan PT. PCP senilai Rp126,3 miliar. Pada April 2025, Ageng berkonsultasi dan memberikan uang senilao Rp30 juta kepada Andi Lukman Hakim.
Pada periode Mei-Juni, PT PCP melalui Deddy Karnady melakukan penarikan uang sekitar Rp2,09 miliar. Uang itu kemudian diserahkan kepada Ageng senilai Rp500 juta di lokasi pemabangunan RSUD.
Selain itu, lanjut Asep, Deddy Karnady juga menyampaikan permintaan dari Ageng kepada rekan-rekan di PT. PCP terkait komitmen fee sebesar 8 persen.
Pada Agustus 2024, Deddy Karnady melakukan penarikan cek Rp1,6 miliar yang selanjutnya diserahkan kepada Ageng Dermanto. Kemudian Ageng menyerahkan kepada Yasin selaku staf dari Abdul Azis.
"Penyerahan dan pengelolaan uang tersebut diketahui oleh saudara ABZ (Abdul Azis), yang di antaranya untuk membeli kebutuhan saudara ABZ," ujar Asep.
Asep menambahkan, Deddy Karnady juga melakukan penarikan tunai sebesar Rp200 juta yang kemudian diserahkan kepada Ageng Dermanto. Selain itu, PT. PCP juga melakukan penarikan cek sebesar Rp3,3 miliar.
"Tim KPK kemudian menangkap saudara AGD (Ageng Dermanto) dengan barang bukti uang tunai sejumlah Rp200 juta, yang diterimanya sebagai kompensasi atau bagian dari
komitmen fee sebesar 8% atau sekitar Rp9 miliar, dari nilai proyek pembangunan RSUD Kabupaten Kolaka Timur sebesar Rp126,3 miliar," kata Asep.
Atas perbuatannya, tersangka Deddy Karnady dan Arif Rahman, dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara tersangka Abdul Azis, Lukman, dan Ageng dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.