Pesan Menohok Gus Miftah Soal Intoleransi, Singgung Jati Diri Bangsa dan Warisan untuk Anak Cucu
Jakarta – Maraknya kasus intoleransi di berbagai daerah belakangan ini mengundang keprihatinan dari banyak pihak, termasuk pendakwah kondang Miftah Maulana Habiburrahman atau yang akrab disapa Gus Miftah. Menurutnya, masalah ini telah bergeser dari sekadar isu agama menjadi krisis kemanusiaan yang lebih dalam.
Pendakwah berusia 44 tahun ini menegaskan bahwa cara pandang masyarakat terhadap intoleransi perlu diluruskan. Baginya, esensi dari konflik yang terjadi bukanlah pertentangan antar-keyakinan, melainkan lunturnya nilai-nilai kemanusiaan yang fundamental.
"Ini saya pikir kita tidak hanya berbicara soal agama, tapi ini soal kemanusiaan," ujar Gus Miftah kepada awak media dikutip Rabu, 30 Juli 2025
Lebih lanjut, Gus Miftah menyoroti bahaya jangka panjang dari fenomena ini. Ia khawatir jika kebencian terus dibiarkan tumbuh, maka hal tersebut akan menjadi warisan kelam yang diturunkan kepada generasi selanjutnya, merusak tatanan sosial yang telah dibangun dengan susah payah.
"Jangan sampai kita mewariskan kepada anak cucu kita itu kebencian," tegasnya.
Oleh karena itu, ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk kembali mewariskan nilai-nilai perdamaian. Menurutnya, kedamaian adalah warisan paling berharga yang harus dijaga dan dilestarikan untuk masa depan bangsa Indonesia.
"Yang perlu kita wariskan adalah kedamaian, bukan kebencian," sambungnya.
Gus Miftah juga mengingatkan kembali tentang jati diri bangsa yang sesungguhnya, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Semboyan ini bukanlah sekadar slogan, melainkan fondasi utama yang mengajarkan cara hidup berdampingan di tengah perbedaan.
"Maka saya pikir kita harus mengembalikan kepada jati diri bangsa Indonesia soal perbedaan, yaitu Bhinneka Tunggal Ika," jelasnya.
Pada akhirnya, Gus Miftah kembali menekankan bahwa memandang intoleransi dari sudut pandang kemanusiaan akan membuka jalan menuju solusi yang lebih hakiki dan langgeng.
"Jadi sekali lagi saya tekankan, ini jangan hanya pandang soal agama tapi soal kemanusiaan," pungkas Gus Miftah.